Selasa, 29 Juni 2010

Setahun 1,1 Juta Hektare Hutan di Indonesia Rusak

BALIKPAPAN - Setiap tahunnya hutan di Indonesia mengalami kerusakan seluas 1,1 juta hektare. Sementara kemampuan untuk mengembalikan lahan rusak dengan menanam pohon hanya sebesar 0,5 juta hektare.
“Kerusakan hutan dan perubahan fungsi lahan, menyumbang kontribusi yang besar dalam produksi emisi karbon sebesar 14 persen,” ungkap Menteri Lingkungan hidup Gusti Muhammad Hatta di Balikpapan saat penutupan Rakor Lingkungan Hidup regional Kaltim 2010 di Balikpapan, Jumat (26/3/2010).

Karena itu, mulai 2010 hingga 2023 Indonesia, kata Gusti, akan menurunkan emisi gas karbon sebesar 26 persen. Langkah pengurangan gas karbon itu salah satunya dengan pencanangan penanaman pohon 1 miliar dilahan-lahan kritis.

Saat ini, menurut Gusti, Kementerian Kehutanan bersama kepolisian dan kejaksaan tengah melakukan inventarisasi lahan kehutanan terutama pemanfaatan lahan-lahan yang tidak sesuai aturan.

Di Kementerian Lingkungan Hidup untuk kasus pertambangan, Gusti M Hatta menegaskan, pengusaha wajib melakukan reklamasi pascapenambangan. Jika tidak, akan diajukan ke meja hijau baik perdata maupun pidana.

“Di Kalimtan Selatan ada tujuh pertambangan yang kita gugat secara perdata. Hasilnya, mereka diwajibkan oleh pengadilan untuk melakukan reklamasi. Itu biayanya besar sekali. Nah cara ini saya tempuh sebagai pembinaan dulu kepada mereka yang nakal. Jika tidak mau maka ujungnya kita bawa ke Pidana,” terang menteri asal Kalsel ini.

Pihaknya juga mengapresiasi langkah Provinsi Kaltim yng memiliki lahan hutan terbesar dengan melakukan upaya penanaman 1 juta pohon selama tiga bulan. Apalagi ada kebijakan satu orang menanam lima pohon.

Jenis pohon yang dinilai baik untuk mengurangi efek emisi karbon adalah tanaman trumbusi yang dapat menyerap sebanyak 28 ton emisi gas karbon.

Sumber: http://news.okezone.com

Sebanyak 70 Persen Hutan Mangrove di Indonesia Rusak

Kerusakan hutan mangrove di Indonesia mencapai 70% dari total potensi mangrove yang ada seluas 9,36 juta hektare. Yaitu 48% atau seluas 4,51 juta hektare rusak sedang dan 23% atau 2,15 juta hektare dalam kondisi rusak berat.

Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad dalam keterangannya ketika membuka Jambore Mangrove di Pantai Depok, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (19/3), mengatakan kerusakan sebagian besar hutan mangrove di Indonesia di8akibatkan oleh ulah manusia, baik berupa konversi mangrove menjadi pemanfaatan lain seperti pemukiman, industeri, rekreasi dan lain
sebagainya.

Berdasarkan data yang ada, demikian Fadel, dari potensi sumberdaya mangrove seluas 9,36 juta hgektare tersebut, 3,7 juta hektare berada di kawasan hutan, sedangkan 5,66 juta hektare di luar kawasan hutan, oleh karenanya untuk mengembalikan hutan mangrove tersebut Kementerian Kelautan dan Pewrikanan terus menggalakkan penanaman kembali hutan mangrove yang telah rusak.

"Kita sejak tahun 2003 hingga 2009 telah melakukan penanaman mangrove untuk rehabilitasi dan mitigasi wilayah Mangrove sebanyak 1,4 juta batang pohon, yaitu 1,15 juta batang untuk rehabilitasi kawasan pesisir dan 263,5 ribu batang untuk mitrigasi wilayah pesisir sehingga secara keseluruhan wilayah pesisir telah direhabilitasi seluas 280,1 hektare.," kata Fadel Muhammad.

Lebih jauh Fadel mengatakan keberadaan ekosistem mangrove sangat penting, selain berfungsi sebagai tempat pemijahan biota laut juga mempunyai andil dalam perubahan iklim melalui penyerapan emisi CO2, oleh karenanya meskipun Jambore ini telah selesai namun keterlibatan masyarakat untuk merawat sangat penting, bahkan pihak swasta juga didorong untuk terlibat dalam program ini.

Secara umum, menurut Fadel, keberadaan hutan mangrove sangat penting, selain sebagai penyerapan polutan, juga melindungi pantai dari abrasi, meredam ombak, arus serta menahan sedimen, disamping itu juga mangrove dapat meredam air lautr pasang yang mengakibatkan Rob serta tempat berkembangbiaknya biota laut.

Dalam kesempatan kunjungan ke Pekalongan, Menteri Kelautanh dan Perikanan Fadel Muhammad juga menyerahkan 196 unit rumah ramah bencana kepada warga Jawa Tengah yaitu 50 unit di Kota Pekalongan, 25 unit di kabupaten Pekalongan, 41 unit di kabupaten Cilacap, 50 unit di kabupaten Brebes dan 30 Unit di Kabupaten Rembang.


Sumber: http://www.metrotvnews.com

Indonesia (Pantas) Masuk Dalam Guinness Book of World Record

Kalau tahun 2030, kita berikhtiar untuk menjadi negeri 5 besar dunia dalam pertumbuhan ekonomi, maka tahun 2006 lalu peringkat kita sudah nomer 4 dunia lho. Tetapi dalam urutan negeri- negeri yang menyebabkan pemanasan global dunia.

Peringkat pertama tetap diduduki Amerika Serikat, lalu diikuti Uni Eropa dan peringkat ketiga adalah China. Indonesia peringkat keempat, berturut-turut diikuti Brasil, Rusia dan India. Uni Eropa adalah terdiri 25 negara. Kalau dihitung setiap negara, maka peringkat Indonesia akan naik menjadi tiga, di bawah AS dan China.

Hal ini diungkapkan oleh Sir Nicholas Stern, Kepala Ekonomi dan Penasihat Pemerintah Inggris untuk Urusan Efek Ekonomi Perubahan Iklim dan Pembangunan, yang baru-baru ini berkunjung ke Jakarta (dikutip dari Sindo). Menurut data Sir Nicholas ini, dalam setahun Indonesia menghasilkan 3,014 juta ton karbondioksida atau setara dengan MtCO2e (emisi GHG - greenhouse gas).

Tadinya aku cukup heran, karena biasanya negara-negara majulah yang paling suka menyumbangkan soal pemanasan global, kenapa Indonesia negera berkembang sudah masuk peringkat 4?

Pemahamanku sebelum ini, efek rumah kaca ini lebih karena pemakaian kendaraan bermotor, gaya hidup boros dalam penggunaan perangkat elektronik, contohnya lemari es yang mengandung CFC. Maka tak heran bila negara-negara majulah penyumbang terbesar, karena justru gaya hidup modern yang meningkatkan pemanasan global.

Lalu kenapa Indonesia? Apakah gaya hidup masyarakat kita sudah sedemikian maju? Ternyata tidak. Menurut Sir Nicholas, dari 3,014 juta ton CO2 tadi, sekitar 2,563 juta ton CO2 disumbangkan dari perusakan hutan dan konversi lahan. Maksudnya? Itu lho akibat pembakaran hutan, pembukaan hutan menjadi lahan pemukiman atau pertanian, dll.

Data tersebut jumbuh dengan data yang dirilis oleh Greenpeace Indonesia, yakni setiap harinya di Indonesia telah terjadi penghancuran hutan sebesar 51 kilometer persegi atau setara dengan hilangnya 300 lapangan bola / jam. Angka ini menurut Greenpeace layak menempatkan Indonesia di dalam the Guinness Book of World Records sebagai negara penghancur hutan tercepat di dunia.

Angka tersebut diperoleh dari kalkulasi berdasarkan data laporan ‘State of the World's Forests 2007' yang dikeluarkan the UN Food & Agriculture Organization's (FAO). Menurut laporan tersebut sepuluh negara membentuk 80 persen hutan primer dunia, di mana Indonesia, Meksiko, Papua Nugini dan Brasil mengalami kerusakan hutan terparah sepanjang kurun waktu 2000 hingga 2005. "Tingkat penghancuran hutan yang luar biasa ini membuat Indonesia layak untuk masuk ke dalam the Guinness book of World Records bergabung dengan Brasil yang saat ini memegang rekor kawasan deforestasi terluas di dunia," ungkap Hapsoro, Juru Kampanye Hutan Regional, Greenpeace Asia Tenggara.

Buah dari prestasi di atas adalah perubahan iklim yang sudah bisa kita rasakan dalam beberapa tahun terakhir ini. Para petani kita sudah tidak bisa lagi memprediksi cuaca dan iklim. Musim kemarau terlalu panjang, musim hujan begitu lebatnya. Buat yang di kota seperti Jakarta, sudah mengunyah akibatnya seperti banjir, angin puting beliung.

Lalu bagaimana cara mencegahnya? Alam ini sudah terlanjur rusak, maka perlu langkah - langkah cepat dan revolusioner untuk menghentikan kerusakan lebih lanjut.

Greenpeace Indonesia mengusulkan moratorium atau penghentian penebangan hutan di Indonesia sampai beberapa tahun ke depan, seperti yang diungkapkan lewat aksi kampanye mereka di Tugu Proklamasi pada tanggal 16 Maret 2007 lalu.

Tentu ini langkah revolusioner, dan perlu dicarikan jalan keluar bagi industri-industri kehutanan maupun perkayuan yang pasti akan mati, bila moratorium ini dilaksanakan. Tetapi bila moratorium ini tidak segera dilaksanakan, maka di hari esok kita akan menyongsong bencana dan korban jiwa yang lebih besar.

DPD AHTRMI - Siap Kembalikan Hutan Sambas

SAMBAS— Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Hutan Tanaman Rakyat Mandiri Indonesia ( AHTRMI ) Kabupaten Sambas, menyatakan siap menghijaukan kembali kawasan hutan di Kabupaten Sambas. Serta mendukung program pemerintah dalam menggalakkan penanaman hutan kembali. “Untuk mengembalikan Indonesia sebagai paru-paru dunia,” ungkap Sekjen AHTRMI Kabupaten Sambas Erwin Johan, kemarin. Menurut dia program AHTRMI akan bersinergi dengan penggalakan program hutan tanaman rakyat dalam skala besar di tahun 2010. Dalam menghijaukan kembali hutan di seluruh provinsi Indonesia. ”Sambas salah satunya,” ujarnya. Dengan mengembangan hutan rakyat serta berupaya mengembalikan kelestarian hutan yang telah rusak

”Kami siap menjalin kerja sama dengan Pemerintah untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat dengan program hutan rakyat sekaligus meningkatkan tutupan lahan di Sambas agar kondisi lingkungan menjadi semakin baik. Hutan rakyat memiliki arti strategis karena berpotensi besar dalam memenuhi kebutuhan bahan baku kayu. Baik untuk industri pengolahan kayu nasional maupun lokal,” katanya. Menurut dia, AHTRMI juga memiliki nilai ekonomi menjanjikan. Dan mampu memperbaiki kesejahteraan masyarakat. Selain sebagai upaya memperbaiki kondisi lingkungan kritis. Akibat kerusakan hutan.

Dia menambahkan koordinasi dan kerja sama dengan pemerintah Kabupaten Sambas dalam mengembangkan hutan tanaman rakyat akan AHTRMI jalin. Serta melibatkan rakyat secara langsung dalam mengembangkan hutan tanaman rakyat. ”AHTRMI akan memfasilitasi masyarakat pemilik tanah untuk mendapatkan bantuan pusat dalam membangun hutan tanaman rakyat sekaligus bantuan bibit pohon. Syaratnya surat tanah mesti lengkap dan memiliki rekomendasi Bupati serta tidak berada di atas tanah perijinan," ungkap Erwin.

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Kepemudaan AHTRMI, Amirudin mengatakan kini hutan di Kabupaten Sambas hanya menyisakan 30 persen. Karena dampak dari pembabatan hutan yang tidak terarah termasuk mangrove serta reboisasi yang asal-asalan."Berangkat dari rasa keprihatinan kami ingin mengembalikan nasib hutan kabupaten Sambas agar kembali lestari. Hutan kekayaan yang multi fungsi. Sebagai penjaga banjir juga tempat aneka satwa berada. Dan hutan itu titipan anak cucu yang mesti dijaga,” kata Amir.


Sumber: http://www.pontianakpost.com

Kamis, 06 Mei 2010

Pelestarian Lingkungan Hidup Menurut Islam

Islam adalah Diin yang Syaamil (Integral), Kaamil (Sempurna) dan Mutakaamil (Menyempurnakan semua sistem yang lain), karena ia adalah sistem hidup yang diturunkan oleh Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, hal ini didasarkan pada firman ALLAH SWT : "Pada hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu dan AKU cukupkan atasmu nikmatku, dan Aku ridhai Islam sebagai aturan hidupmu." (QS. 5 : 3). Oleh karena itu aturan Islam haruslah mencakup semua sisi yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya. Demikian tinggi, indah dan terperinci aturan Sang Maha Rahman dan Rahim ini, sehingga bukan hanya mencakup aturan bagi sesama manusia saja, melainkan juga terhadap alam dan lingkungan hidupnya[1].

Pelestarian alam dan lingkungan hidup ini tak terlepas dari peran manusia, sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana yang disebut dalam QS Al-Baqarah: 30 (“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”…). Arti khalifah di sini adalah: “seseorang yang diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola suatu wilayah, ia berkewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubungannya dengan Allah baik, kehidupan masyarakatnya harmonis, dan agama, akal dan budayanya terpelihara”[2]. Di samping itu, Surat Ar-Rahman, khususnya ayat 1-12, adalah ayat yang luar biasa indah untuk menggambarkan penciptaan alam semesta dan tugas manusia sebagai khalifah[3].

Ayat ini ditafsirkan secara lebih spesifik oleh Sayyed Hossein Nasr, dosen studi Islam di George Washington University, Amerika Serikat. dalam dua bukunya “Man and Nature (1990)” dan “Religion and the Environmental Crisis (1993)”, yang disajikan sebagai berikut:

“……Man therefore occupies a particular position in this world. He is at the axis and centre of the cosmic milieu at once the master and custodian of nature. By being taught the names of all things he gains domination over them, but he is given this power only because he is the vicegerent (khalifah.) of God on earth and the instrument of His Will. Man is given the right to dominate over nature only by virtue of his theomorphic make up, not as a rebel against heaven.” Jelaslah bahwa tugas manusia, terutama muslim/muslimah di muka bumi ini adalah sebagai khalifah (pemimpin) dan sebagai wakil Allah dalam memelihara bumi (mengelola lingkungan hidup)[4].

Allah telah memberikan tuntunan dalam Al-Quran tentang lingkungan hidup. Karena waktu perenungan, hanya beberapa dalil saja yang diulas sebagai landasan untuk merumuskan teori tentang lingkungan hidup menurut ajaran Islam.


Dua dalil pertama pembuka diskusi ini bersumber pada Surat Al An’aam 101 dan Al Baqarah 30.

Dalil pertama adalah: “Allah pencipta langit dan bumi (alam semesta) dan hanya Dialah sumber pengetahuannya”. Lalu dalil kedua menyatakan bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Perlu dijelaskan bahwa menjadi khalifah di muka bumi itu bukan sesuatu yang otomatis didapat ketika manusia lahir ke bumi. Manusia harus membuktikan dulu kapasitasnya sebelum dianggap layak untuk menjadi khafilah.


Seperti halnya dalil pertama, dalil ke tiga ini menyangkut tauhid. Hope dan Young (1994) berpendapat bahwa tauhid adalah salah satu kunci untuk memahami masalah lingkungan hidup. Tauhid adalah pengakuan kepada ke-esa-an Allah serta pengakuan bahwa Dia-lah pencipta alam semesta ini. Perhatikan firman Allah dalam Surat Al An’aam 79:


“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”

Dalil ke empat adalah mengenai keteraturan sebagai kerangka penciptaan alam semesta seperti firman Allah dalam Surat Al An’aam, dengan arti sebagai berikut, “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang..”


Adapun dalil ke lima dapat ditemukan dalam Surat Hud 7 yang menjelaskan maksud dari penciptaan alam semesta, “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,….Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih baik amalnya.”

Itulah salah satu tujuan penciptaan lingkungan hidup yaitu agar manusia dapat berusaha dan beramal sehingga tampak diantara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah.


Dalil ke enam adalah kewajiban bagi manusia untuk selalu tunduk kepada Allah sebagai maha pemelihara alam semesta ini. Perintah ini jelas tertulis dalam Surat Al An’aam 102 yaitu, “..Dialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu”


Dalil ke tujuh adalah penjabaran lanjut dari dalil kedua yang mewajibkan manusia untuk melestarikan lingkungan hidup. Adapun rujukan dari dalil ini adalah Surat Al A’raaf 56 diterjemahkan sebagai berikut;

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadaNya……..” Selanjutnya dalil ke delapan mengurai tugas lebih rinci untuk manusia, yaitu menjaga keseimbangan lingkungan hidup, seperti yang difirmankanNya dalam surat Al Hijr 19, ”Dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.”


Dalil ke sembilan menunjukkan bahwa proses perubahan diciptakan untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Proses ini dikenal dalam literatur barat sebagai: siklus Hidrologi.


Dalil ini bersumber dari beberapa firman Allah seperti Surat Ar Ruum 48, Surat An Nuur 43, Surat Al A’raaf 57, Surat An Nabaa’ 14-16, Surat Al Waaqi’ah 68-70, dan beberapa Surat/Ayat lainnya. Penjelasan mengenai siklus hidrologi dalam berbagai firman Allah merupakan pertanda bahwa manusia wajib mempelajarinya. Perhatikan isi Surat Ar Ruum: 48 dengan uraian siklus hidrologi berikut ini. Hujan seharusnya membawa kegembiraaan karena menyuburkan tanah dan merupakan sumber kehidupan.


Surat Ar Ruum 48 Siklus hidrologi


Mencakup proses evaporasi, kondensasi, hujan, dan aliran air ke sungai/danau/laut, Al-Qur’an dengan sangat jelas menjabarkannya. Evaporasi, adalah naiknya uap air ke udara. Molekul air tersebut kemudian mengalami pendinginan yang disebut dengan kondensasi. Kemudian terjadi peningkatan suhu udara, yang menciptakan hujan. Air hujan tersebut menyuburkan bumi dan kemudian kembali ke badan air (sungai, danau atau laut.


Ini dengan jelas digambarkan dalam Al-Qur’an surat ar-Ruum:48 yang berbunyi;

“Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hambahamba-Nya yang dikehendakinya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.”


Sebagai khalifah, sudah tentu manusia harus bersih jasmani dan rohaninya. Inilah inti dari dalil ke sepuluh bahwa kebersihan jasmani merupakan bagian integral dari kebersihan rohani.


Merujuk pada Surat Al-Baqarah 222; “….sesungguhnya Allah senang kepada orang yang bertobat, dan senang kepada orang yang membersihkan diri.” Serta Surat Al-Muddatstsir 4-5; “..dan bersihkan pakaianmu serta tinggalkan segala perbuatan dosa.”


Meski slogan yang dikenal umum seperti “kebersihan adalah sebagian dari iman”, banyak diakui sebagai hadis dhaif, namun demikian, Rasulluah S.A.W. bersabda bahwa iman terdiri dari 70 tingkatan: yang tertinggi adalah pernyataan “tiada Tuhan selain Allah” dan yang terendah adalah menjaga kerbersihan. Jadi, memelihara lingkungan hidup adalah menjadi bagian integral dari tingkat keimanan seseorang. Khususnya beragama Islam.


Mengutip disertasi Abdillah (2001), Surat Luqman ayat 20 Allah berfirman, “Tidakkah kau cermati bahwa Allah telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupanmu secara optimum. Entah demikian, masih saja ada sebagian manusia yang mempertanyakan kekuasaan Allah secara sembrono. Yakni mempertanyakan tanpa alasan ilmiah, landasan etik dan referensi memadai.”

Selain itu, Abdillah juga mengutip bahwa manusia harus mempunyai ketajaman nalar, sebagai prasyarat untuk mampu memelihara lingkungan hidup. Hal ini bisa dilihat Surat Al Jaatsiyah 13 sebagai berikut; “Dan Allah telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Yang demikian hanya ditangkap oleh orang-orang yang memiliki daya nalar memadai.”


Dalil-dalil di atas adalah pondasi dari teori pengelolaan lingkungan hidup yang dikenal dengan nama “Teorema Alim” yang dirumuskan sebagai berikut:

Misi manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah memelihara lingkungan hidup, dilandasi dengan visi bahwa manusia harus lebih mendekatkan diri pada Allah. Perangkat utama dari misi ini adalah kelembagaan, penelitian, dan keahlian. Adapun tolok ukur pencapaian misi ini adalah mutu lingkungan. Berdasarkan “Teorema Alim” ini, kerusakan lingkungkan adalah cerminan dari turunnya kadar keimanan manusia.


Rasulullah S.A.W. dan para sahabat telah memberikan teladan pengelolaan lingkungan hidup yang mengacu kepada tauhid dan keimanan. Seperti yang dilaporkan Sir Thomas Arnold (1931) bahwa Islam mengutamakan kebersihan sebagai standar lingkungan hidup. Standar inilah yang mempengaruhi pembangunan kota Cordoba. Menjadikan kota ini memiliki tingkat peradaban tertinggi di Eropa pada masa itu. Kota dengan 70 perpustakaan yang berisi ratusan ribu koleksi buku, 900 tempat pemandian umum, serta pusatnya segala macam profesi tercanggih pada masa itu. Kebersihan dan keindahan kota tersebut menjadi standar pembangunan kota lain di Eropa.


Contoh lain adalah inovasi rumah sakit dan manajemennya (Arnold, 1931). Pada masa itu manajemen rumah sakit sudah sedemikian canggihnya sebagai pusat perawatan dan juga pusat pendidikan calon-calon dokter. Rumah sakit tersebut sudah memiliki ahli bedah, ahli mata, dokter umum, perawat, dan administrator. Tercatat 34 rumah sakit yang tersebar dari Persia ke Maroko serta dari Siria Utara sampai ke Mesir. Rumah sakit pertama yang berdiri di Kairo pada tahun 872 Masehi, bahkan beroperasi selama 700 tahun kemudian. Inovasi bidang kesehatan ini bahkan berkembang sampai pada penemuan ambulan atau menurut Arnold (1931) sebagai “traveling hospital”.

Teorema Alim ini mengandung dua unsur yaitu misi dan tolok ukur. Misi dapat diemban apabila diiringi visi mendekatkan diri pada Allah dan dibekali ketajaman nalar, yaitu kelembagaan, keahlian, dan kegiatan. Tolok ukur yang jelas adalah mutu lingkungan hidup di Indonesia sebagai rambu-rambu untuk menilai keberhasilan pelaksanaan misi manusia yaitu mencegah bumi dari kerusakan lingkungan.

Dapat dikatakan Indonesia telah memiliki perangkat yang cukup untuk mencapai misi yaitu kelembagaan dalam bidang lingkungan hidup (Menteri Negara Lingkungan Hidup, Pusat Studi Lingkungan Hidup, dan lainnya), tak terbilang jumlah doktor yang mendalami ilmu lingkungan, serta intensitas yang tinggi dalam penelitian lingkungan. Namun simaklah sekali lagi berbagai persoalan lingkungan hidup di Indonesia berikut ini. Menatap langit di sepanjang jalan Sudirman, seorang awam sudah tahu bahwa udara Jakarta memang beracun. Penyakitpun datang silih berganti, dan kali ini penyakit mematikan seperti HIV, SAR, demam berdarah, dan flu burung berjangkit di mana-mana.


Terlebih lagi air sungai sungguh sangat kotor karena pembuangan sampah padat. Sungai Ciliwung, misalnya, setiap hari menampung 1,400 M3 sampah (Kompas, 1996). Hal ini berarti bahwa kurang lebih 200-400 truk membuang sampah padat ke sungai tersebut setiap harinya! Pelayanan air minum juga sangat rendah. Alim (2005) melaporkan bahwa baru sekitar 40 persen penduduk mendapat pelayanan air bersih, dan dari total volume air yang disalurkan hanya 20% yang layak digunakan karena umumnya air yang sampai ke rumah masih berlumpur.

Hal ini diperburuk oleh kondisi pemerintahan di Indonesia karena aparat yang ingkar amanah. Salah satu contoh kebohongan pemerintah adalah kasus kebakaran hutan. Soentoro (1997) melaporkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1997 telah menghanguskan 1 juta hektar hutan, nyatanya pemerintah melaporkan 300,000 hektar saja. Masalah tidak transparannya birokrasi sudah lama mengganjal jalannya roda pemerintahan.


Sudah jelas bahwa ketajaman nalar yang tidak diiringi oleh kadar keimanan tinggi serta jauhnya umat Islam dari Allah, telah menciptakan masalah lingkungan hidup.

Menyadari runyamnya masalah lingkungan hidup, langkah pertama pemecahannya adalah peningkatan “ukhuwah” (kerjasama) antar ilmuwan dan alim-ulama agar bahu-membahu mampu mengemban amanat Allah untuk memelihara bumi. Salah satu hasil kerjasama tersebut adalah program pelatihan bagi para tokoh agama untuk memperdalam wawasan lingkungan hidup. Solusi jangka pendek lainnya adalah penyusunan program pemeliharaan lingkungan sebagai materi khutbah jumat, serta penerbitan fatwa untuk menghentikan pencemaran sungai.


Untuk jangka panjang perlu digarap sektor pendidikan dimana perlu dikembangkan bidang ilmu ataupun kurikulum yang menjadian ilmu pelestarian lingkungan hidup adalah bagian integral dari kajian ajaran Islam. Pengembangan disiplin ini juga perlu mempertimbangkan ukhuwah yang bersifat internasional, karena persoalan lingkungan hidup juga telah membebani negara muslim lainnya. Dengan pendidikan akan tumbuh kesadaran bahwa lingkungan hidup bukan bidang yang menjadi monopoli peradaban barat, tetapi merupakan bagian integral dari keimanan[5].

Salah satu contoh pendekatan pelestarian lingkungan melalui Al-Qur’an dan Al-Hadits yang berhasil adalah di Tanzania. Bekerjasama dengan CARE-organisasi bantuan untuk memberantas kemiskinan di dunia-IFEES menggelar pertemuan dengan para pemuka agama dan para nelayan untuk mendiskusikan bagaimana hubungan antara ayat-ayat yang ada dalam al-Quran dengan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan ayat-ayat al-Quran serta hadist, mereka berusaha meyakinkan para nelayan untuk tidak lagi menggunakan dinamit, jala dan tombak ketika menangkap ikan.

IFEES juga bekerjasama dengan Misali Island Conservation (MICA)-lembaga yang bergerak dalam perlindungan terumbu karang-untuk melatih para imam-imam masjid di Tanzania agar mampu menyampaikan pesan tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan lewat khutbah-khutbah Jumat mereka. IFEES yang berbasis di Inggris, adalah salah satu organisasi yang pada tahun 1998 meluncurkan proyek penyadaran kelestarian lingkungan dengan menggunakan basis ajaran Islam. "Kami mencari ajaran-ajaran yang sudah terlupakan itu dan mengumpulkannya kembali dalam bentuk yang modern, " kata Khalid.

"Saya sekarang tahu bahwa cara saya menangkap ikan selama ini sudah merusak lingkungan. Konservasi ini bukan dari mzungu (kata untuk menyebut orang kulit putih dalam bahasa Swahili, yang digunakan di seluruh Afrika Timur-red), tapi dari al-Quran, " ujar Salim Haji, seorang nelayan di sebuah pulau kecil. Proyek ini membuahkan hasil setahun setelah diluncurkan, terutama di Misali dan kepulauan Zanzibar yang didominasi warga Muslim. Saat ini, banyak nelayan di Misali yang sudah mengganti alat penangkap ikannya dengan alat yang lebih ramah lingkungan dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.[6]

Sumber: http://fithab.multiply.com/journal/item/222
 

Sahabat Ngopi

Wong Indehoi

Two Bhe

Serdadu Hijau Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template