Kamis, 06 Mei 2010

Pelestarian Lingkungan Hidup Menurut Islam

Islam adalah Diin yang Syaamil (Integral), Kaamil (Sempurna) dan Mutakaamil (Menyempurnakan semua sistem yang lain), karena ia adalah sistem hidup yang diturunkan oleh Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, hal ini didasarkan pada firman ALLAH SWT : "Pada hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu dan AKU cukupkan atasmu nikmatku, dan Aku ridhai Islam sebagai aturan hidupmu." (QS. 5 : 3). Oleh karena itu aturan Islam haruslah mencakup semua sisi yang dibutuhkan oleh manusia dalam kehidupannya. Demikian tinggi, indah dan terperinci aturan Sang Maha Rahman dan Rahim ini, sehingga bukan hanya mencakup aturan bagi sesama manusia saja, melainkan juga terhadap alam dan lingkungan hidupnya[1].

Pelestarian alam dan lingkungan hidup ini tak terlepas dari peran manusia, sebagai khalifah di muka bumi, sebagaimana yang disebut dalam QS Al-Baqarah: 30 (“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.”…). Arti khalifah di sini adalah: “seseorang yang diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola suatu wilayah, ia berkewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubungannya dengan Allah baik, kehidupan masyarakatnya harmonis, dan agama, akal dan budayanya terpelihara”[2]. Di samping itu, Surat Ar-Rahman, khususnya ayat 1-12, adalah ayat yang luar biasa indah untuk menggambarkan penciptaan alam semesta dan tugas manusia sebagai khalifah[3].

Ayat ini ditafsirkan secara lebih spesifik oleh Sayyed Hossein Nasr, dosen studi Islam di George Washington University, Amerika Serikat. dalam dua bukunya “Man and Nature (1990)” dan “Religion and the Environmental Crisis (1993)”, yang disajikan sebagai berikut:

“……Man therefore occupies a particular position in this world. He is at the axis and centre of the cosmic milieu at once the master and custodian of nature. By being taught the names of all things he gains domination over them, but he is given this power only because he is the vicegerent (khalifah.) of God on earth and the instrument of His Will. Man is given the right to dominate over nature only by virtue of his theomorphic make up, not as a rebel against heaven.” Jelaslah bahwa tugas manusia, terutama muslim/muslimah di muka bumi ini adalah sebagai khalifah (pemimpin) dan sebagai wakil Allah dalam memelihara bumi (mengelola lingkungan hidup)[4].

Allah telah memberikan tuntunan dalam Al-Quran tentang lingkungan hidup. Karena waktu perenungan, hanya beberapa dalil saja yang diulas sebagai landasan untuk merumuskan teori tentang lingkungan hidup menurut ajaran Islam.


Dua dalil pertama pembuka diskusi ini bersumber pada Surat Al An’aam 101 dan Al Baqarah 30.

Dalil pertama adalah: “Allah pencipta langit dan bumi (alam semesta) dan hanya Dialah sumber pengetahuannya”. Lalu dalil kedua menyatakan bahwa manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Perlu dijelaskan bahwa menjadi khalifah di muka bumi itu bukan sesuatu yang otomatis didapat ketika manusia lahir ke bumi. Manusia harus membuktikan dulu kapasitasnya sebelum dianggap layak untuk menjadi khafilah.


Seperti halnya dalil pertama, dalil ke tiga ini menyangkut tauhid. Hope dan Young (1994) berpendapat bahwa tauhid adalah salah satu kunci untuk memahami masalah lingkungan hidup. Tauhid adalah pengakuan kepada ke-esa-an Allah serta pengakuan bahwa Dia-lah pencipta alam semesta ini. Perhatikan firman Allah dalam Surat Al An’aam 79:


“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”

Dalil ke empat adalah mengenai keteraturan sebagai kerangka penciptaan alam semesta seperti firman Allah dalam Surat Al An’aam, dengan arti sebagai berikut, “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang..”


Adapun dalil ke lima dapat ditemukan dalam Surat Hud 7 yang menjelaskan maksud dari penciptaan alam semesta, “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,….Dia menguji siapakah diantara kamu yang lebih baik amalnya.”

Itulah salah satu tujuan penciptaan lingkungan hidup yaitu agar manusia dapat berusaha dan beramal sehingga tampak diantara mereka siapa yang taat dan patuh kepada Allah.


Dalil ke enam adalah kewajiban bagi manusia untuk selalu tunduk kepada Allah sebagai maha pemelihara alam semesta ini. Perintah ini jelas tertulis dalam Surat Al An’aam 102 yaitu, “..Dialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu”


Dalil ke tujuh adalah penjabaran lanjut dari dalil kedua yang mewajibkan manusia untuk melestarikan lingkungan hidup. Adapun rujukan dari dalil ini adalah Surat Al A’raaf 56 diterjemahkan sebagai berikut;

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadaNya……..” Selanjutnya dalil ke delapan mengurai tugas lebih rinci untuk manusia, yaitu menjaga keseimbangan lingkungan hidup, seperti yang difirmankanNya dalam surat Al Hijr 19, ”Dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.”


Dalil ke sembilan menunjukkan bahwa proses perubahan diciptakan untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Proses ini dikenal dalam literatur barat sebagai: siklus Hidrologi.


Dalil ini bersumber dari beberapa firman Allah seperti Surat Ar Ruum 48, Surat An Nuur 43, Surat Al A’raaf 57, Surat An Nabaa’ 14-16, Surat Al Waaqi’ah 68-70, dan beberapa Surat/Ayat lainnya. Penjelasan mengenai siklus hidrologi dalam berbagai firman Allah merupakan pertanda bahwa manusia wajib mempelajarinya. Perhatikan isi Surat Ar Ruum: 48 dengan uraian siklus hidrologi berikut ini. Hujan seharusnya membawa kegembiraaan karena menyuburkan tanah dan merupakan sumber kehidupan.


Surat Ar Ruum 48 Siklus hidrologi


Mencakup proses evaporasi, kondensasi, hujan, dan aliran air ke sungai/danau/laut, Al-Qur’an dengan sangat jelas menjabarkannya. Evaporasi, adalah naiknya uap air ke udara. Molekul air tersebut kemudian mengalami pendinginan yang disebut dengan kondensasi. Kemudian terjadi peningkatan suhu udara, yang menciptakan hujan. Air hujan tersebut menyuburkan bumi dan kemudian kembali ke badan air (sungai, danau atau laut.


Ini dengan jelas digambarkan dalam Al-Qur’an surat ar-Ruum:48 yang berbunyi;

“Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang dikehendakiNya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hambahamba-Nya yang dikehendakinya, tiba-tiba mereka menjadi gembira.”


Sebagai khalifah, sudah tentu manusia harus bersih jasmani dan rohaninya. Inilah inti dari dalil ke sepuluh bahwa kebersihan jasmani merupakan bagian integral dari kebersihan rohani.


Merujuk pada Surat Al-Baqarah 222; “….sesungguhnya Allah senang kepada orang yang bertobat, dan senang kepada orang yang membersihkan diri.” Serta Surat Al-Muddatstsir 4-5; “..dan bersihkan pakaianmu serta tinggalkan segala perbuatan dosa.”


Meski slogan yang dikenal umum seperti “kebersihan adalah sebagian dari iman”, banyak diakui sebagai hadis dhaif, namun demikian, Rasulluah S.A.W. bersabda bahwa iman terdiri dari 70 tingkatan: yang tertinggi adalah pernyataan “tiada Tuhan selain Allah” dan yang terendah adalah menjaga kerbersihan. Jadi, memelihara lingkungan hidup adalah menjadi bagian integral dari tingkat keimanan seseorang. Khususnya beragama Islam.


Mengutip disertasi Abdillah (2001), Surat Luqman ayat 20 Allah berfirman, “Tidakkah kau cermati bahwa Allah telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupanmu secara optimum. Entah demikian, masih saja ada sebagian manusia yang mempertanyakan kekuasaan Allah secara sembrono. Yakni mempertanyakan tanpa alasan ilmiah, landasan etik dan referensi memadai.”

Selain itu, Abdillah juga mengutip bahwa manusia harus mempunyai ketajaman nalar, sebagai prasyarat untuk mampu memelihara lingkungan hidup. Hal ini bisa dilihat Surat Al Jaatsiyah 13 sebagai berikut; “Dan Allah telah menjadikan sumber daya alam dan lingkungan sebagai daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Yang demikian hanya ditangkap oleh orang-orang yang memiliki daya nalar memadai.”


Dalil-dalil di atas adalah pondasi dari teori pengelolaan lingkungan hidup yang dikenal dengan nama “Teorema Alim” yang dirumuskan sebagai berikut:

Misi manusia sebagai khalifah di muka bumi adalah memelihara lingkungan hidup, dilandasi dengan visi bahwa manusia harus lebih mendekatkan diri pada Allah. Perangkat utama dari misi ini adalah kelembagaan, penelitian, dan keahlian. Adapun tolok ukur pencapaian misi ini adalah mutu lingkungan. Berdasarkan “Teorema Alim” ini, kerusakan lingkungkan adalah cerminan dari turunnya kadar keimanan manusia.


Rasulullah S.A.W. dan para sahabat telah memberikan teladan pengelolaan lingkungan hidup yang mengacu kepada tauhid dan keimanan. Seperti yang dilaporkan Sir Thomas Arnold (1931) bahwa Islam mengutamakan kebersihan sebagai standar lingkungan hidup. Standar inilah yang mempengaruhi pembangunan kota Cordoba. Menjadikan kota ini memiliki tingkat peradaban tertinggi di Eropa pada masa itu. Kota dengan 70 perpustakaan yang berisi ratusan ribu koleksi buku, 900 tempat pemandian umum, serta pusatnya segala macam profesi tercanggih pada masa itu. Kebersihan dan keindahan kota tersebut menjadi standar pembangunan kota lain di Eropa.


Contoh lain adalah inovasi rumah sakit dan manajemennya (Arnold, 1931). Pada masa itu manajemen rumah sakit sudah sedemikian canggihnya sebagai pusat perawatan dan juga pusat pendidikan calon-calon dokter. Rumah sakit tersebut sudah memiliki ahli bedah, ahli mata, dokter umum, perawat, dan administrator. Tercatat 34 rumah sakit yang tersebar dari Persia ke Maroko serta dari Siria Utara sampai ke Mesir. Rumah sakit pertama yang berdiri di Kairo pada tahun 872 Masehi, bahkan beroperasi selama 700 tahun kemudian. Inovasi bidang kesehatan ini bahkan berkembang sampai pada penemuan ambulan atau menurut Arnold (1931) sebagai “traveling hospital”.

Teorema Alim ini mengandung dua unsur yaitu misi dan tolok ukur. Misi dapat diemban apabila diiringi visi mendekatkan diri pada Allah dan dibekali ketajaman nalar, yaitu kelembagaan, keahlian, dan kegiatan. Tolok ukur yang jelas adalah mutu lingkungan hidup di Indonesia sebagai rambu-rambu untuk menilai keberhasilan pelaksanaan misi manusia yaitu mencegah bumi dari kerusakan lingkungan.

Dapat dikatakan Indonesia telah memiliki perangkat yang cukup untuk mencapai misi yaitu kelembagaan dalam bidang lingkungan hidup (Menteri Negara Lingkungan Hidup, Pusat Studi Lingkungan Hidup, dan lainnya), tak terbilang jumlah doktor yang mendalami ilmu lingkungan, serta intensitas yang tinggi dalam penelitian lingkungan. Namun simaklah sekali lagi berbagai persoalan lingkungan hidup di Indonesia berikut ini. Menatap langit di sepanjang jalan Sudirman, seorang awam sudah tahu bahwa udara Jakarta memang beracun. Penyakitpun datang silih berganti, dan kali ini penyakit mematikan seperti HIV, SAR, demam berdarah, dan flu burung berjangkit di mana-mana.


Terlebih lagi air sungai sungguh sangat kotor karena pembuangan sampah padat. Sungai Ciliwung, misalnya, setiap hari menampung 1,400 M3 sampah (Kompas, 1996). Hal ini berarti bahwa kurang lebih 200-400 truk membuang sampah padat ke sungai tersebut setiap harinya! Pelayanan air minum juga sangat rendah. Alim (2005) melaporkan bahwa baru sekitar 40 persen penduduk mendapat pelayanan air bersih, dan dari total volume air yang disalurkan hanya 20% yang layak digunakan karena umumnya air yang sampai ke rumah masih berlumpur.

Hal ini diperburuk oleh kondisi pemerintahan di Indonesia karena aparat yang ingkar amanah. Salah satu contoh kebohongan pemerintah adalah kasus kebakaran hutan. Soentoro (1997) melaporkan bahwa kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 1997 telah menghanguskan 1 juta hektar hutan, nyatanya pemerintah melaporkan 300,000 hektar saja. Masalah tidak transparannya birokrasi sudah lama mengganjal jalannya roda pemerintahan.


Sudah jelas bahwa ketajaman nalar yang tidak diiringi oleh kadar keimanan tinggi serta jauhnya umat Islam dari Allah, telah menciptakan masalah lingkungan hidup.

Menyadari runyamnya masalah lingkungan hidup, langkah pertama pemecahannya adalah peningkatan “ukhuwah” (kerjasama) antar ilmuwan dan alim-ulama agar bahu-membahu mampu mengemban amanat Allah untuk memelihara bumi. Salah satu hasil kerjasama tersebut adalah program pelatihan bagi para tokoh agama untuk memperdalam wawasan lingkungan hidup. Solusi jangka pendek lainnya adalah penyusunan program pemeliharaan lingkungan sebagai materi khutbah jumat, serta penerbitan fatwa untuk menghentikan pencemaran sungai.


Untuk jangka panjang perlu digarap sektor pendidikan dimana perlu dikembangkan bidang ilmu ataupun kurikulum yang menjadian ilmu pelestarian lingkungan hidup adalah bagian integral dari kajian ajaran Islam. Pengembangan disiplin ini juga perlu mempertimbangkan ukhuwah yang bersifat internasional, karena persoalan lingkungan hidup juga telah membebani negara muslim lainnya. Dengan pendidikan akan tumbuh kesadaran bahwa lingkungan hidup bukan bidang yang menjadi monopoli peradaban barat, tetapi merupakan bagian integral dari keimanan[5].

Salah satu contoh pendekatan pelestarian lingkungan melalui Al-Qur’an dan Al-Hadits yang berhasil adalah di Tanzania. Bekerjasama dengan CARE-organisasi bantuan untuk memberantas kemiskinan di dunia-IFEES menggelar pertemuan dengan para pemuka agama dan para nelayan untuk mendiskusikan bagaimana hubungan antara ayat-ayat yang ada dalam al-Quran dengan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan ayat-ayat al-Quran serta hadist, mereka berusaha meyakinkan para nelayan untuk tidak lagi menggunakan dinamit, jala dan tombak ketika menangkap ikan.

IFEES juga bekerjasama dengan Misali Island Conservation (MICA)-lembaga yang bergerak dalam perlindungan terumbu karang-untuk melatih para imam-imam masjid di Tanzania agar mampu menyampaikan pesan tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan lewat khutbah-khutbah Jumat mereka. IFEES yang berbasis di Inggris, adalah salah satu organisasi yang pada tahun 1998 meluncurkan proyek penyadaran kelestarian lingkungan dengan menggunakan basis ajaran Islam. "Kami mencari ajaran-ajaran yang sudah terlupakan itu dan mengumpulkannya kembali dalam bentuk yang modern, " kata Khalid.

"Saya sekarang tahu bahwa cara saya menangkap ikan selama ini sudah merusak lingkungan. Konservasi ini bukan dari mzungu (kata untuk menyebut orang kulit putih dalam bahasa Swahili, yang digunakan di seluruh Afrika Timur-red), tapi dari al-Quran, " ujar Salim Haji, seorang nelayan di sebuah pulau kecil. Proyek ini membuahkan hasil setahun setelah diluncurkan, terutama di Misali dan kepulauan Zanzibar yang didominasi warga Muslim. Saat ini, banyak nelayan di Misali yang sudah mengganti alat penangkap ikannya dengan alat yang lebih ramah lingkungan dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam.[6]

Sumber: http://fithab.multiply.com/journal/item/222

PENANGANAN LINGKUNGAN HARUS SINERGI LINTAS SEKTOR

Jakarta, 3/5/2010 (Kominfo-Newsroom) Menteri Negara Lingkungan
Hidup (MNLH) Prof Gusti M Hatta mengatakan, penanganan masalah
lingkungan tidak bisa dilakukan hanya oleh Kementerian Lingkungan
Hidup saja, tapi harus bersinergi lintas sektoral.

Baik dengan Kementerian Kehutanan, Pertambangan, Dalam Negeri,
pemda, LSM, masyarakat maupun lembaga penegak hukum seperti
Mahkamah Agung (MA), Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman, katanya
dalam jumpa pers setelah pembukaan seminar masalah penegakan hukum
lingkungan hidup, di Jakarta, Senin (3/5).

Apalagi masalah lingkungan hidup dan makhluk hidup saling
terkait dan tidak bisa terlepas satu sama lainnya, sehingga
penanganannya tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri, tapi
harus menyamakan presepsi tentang pengananan lingkungan hidup
tersebut.

Untuk itulah adanya UU No.32 tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, merupakan upaya menyamakan presepsi,
misalnya terkait dengan penegakan hukum, harus memiliki pemahaman
persoalan lingkungan serta aturan yang sama.

Karena penanganan lingkungan adalah masalah rumit dalam
penegakan hukum membutuhkan pembuktian yang bersifat ilimiah.

Untuk pemahaman tersebut telah ada kerjasama antara KNLH dengan
Mahkamah Agung tentang penguatan kapasitas hakim dalam perihal
lingkungan hidup.

Telah ada penandatangan MoU dengan diikuti keputusan Ketua
Mahkamah Agung No.5 tahun 2010 tentang pembentukan kelompok kerja
penguatan kapasitas hakim lingkungan, kata Menteri LH.

Bahkan KNLH telah berkomitmen untuk terus menjalin kerjasama
dengan instansi lain, selain dengan MA, yaitu dengan Ikatan Alumni
Pelatihan Penegak Hukum Lingkungan Indonesia (IAPPHLI), guna
meningkatkan efektifitas penegakan hukum lingkungan.

Selain itu, juga memfasiltasi penguatan peran pengadilan dalam
penanganan kasus lingkungan dengan tetap menjunjung tinggi dan
menghormati independensi pengadilan dan hakim dalam menangani
perkara lingkungan hidup.

Sumber: http://www.depkominfo.go.id/berita/bipnewsroom/penanganan-lingkungan-harus-sinergi-lintas-sektor-2/

Lingkungan Yang Sehat Untuk Rumah Anda

Rumah Townhouse

Jika anda akan membeli atau membangun sebuah rumah dalam waktu dekat, sebaiknya anda memikirkan dan mempertimbangkan beberapa faktor. Beberapa faktor tersebut adalah: lokasi perumahan yang strategis, kemudahan aksesibilitas dan transportasi dari dan ke tempat tujuan rutin, seperti pasar, pusat perbelanjaan, tempat kerja, tempat ibadah, sekolah, atau rumah sakit.

Bagi anda yang memilih rumah di lokasi perumahan yang bertebaran di daerah pinggiran kota dan mengandalkan kendaraan umum, perhatikan sarana transportasi yang tersedia, mulai dari ojek sepeda motor, bajaj, angkutan kota (angkot), minibus, bus antarkota, hingga kereta api. Tempat mangkal, terminal bayangan, terminal atau stasiun dan jadwal keberangkatan kendaraan harap dicatat untuk memastikan waktu keberangkatan pergi dan pulang ke tempat kerja maupun sekolah yang membutuhkan ketepatan waktu.

Bagi anda yang memiliki kendaraan pribadi perlu mempelajari rute- rute jalur utama, jalur alternatif, dan jalan tikus tersingkat menuju ke berbagai tempat tujuan kerja dan sekolah. Berapa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tempat tujuan rutin. Pada jam-jam berapa puncak kepadatan lalu lintas yang rawan kemacetan biasa berlangsung.

Di samping akibat kesemrawutan tata ruang kota, kekurangcermatan pemilihan lokasi rumah tanpa mempertimbangkan perihal sarana transportasi dapat menyebabkan sebuah keluarga bapak, ibu, dan bahkan anak-anak terpaksa berangkat pagi sekali (pukul 05.30) dan tiba malam hari (21.00) setiap hari kerja Senin-Jumat. Praktis rumah hanya berfungsi sebagai tempat menumpang tidur belaka, tanpa sempat menikmati hidup nyaman di dalam rumah.

Perhatikan secara jeli kondisi lingkungan sekitar perumahan.

Apakah lokasi perumahan dan lingkungan sekitar bebas banjir pada masa kini dan masa mendatang? Tentunya bukan sekedar perumahan murah, rumah kelas middle end dan high end juga masih rawan untuk terkena banjir. Jika lokasi dekat terminal, amati tingkat kebisingan (polusi) suara, pencemaran (polusi) udara, dan rawan kejahatan. Lokasi dekat pasar rawan kejahatan, risiko pencemaran udara (bau), dan sampah yang menggunung. Lokasi dekat kawasan industri pabrik berat berisiko pencemaran udara, air, dan suara. Lokasi dekat kawasan jalur tegangan tinggi juga berpotensi terkena pencemaran energi listrik dan medan elektromagnetik yang berbahaya untuk kesehatan jangka panjang.

Siteplan

Konsep kota hunian maupun permukiman berwawasan lingkungan sebaiknya selaras dengan lingkungan asli sekitar. Lingkungan asri, udara segar, ketersediaan air bersih, dan aman. Keasrian suasana lingkungan perumahan dapat dilihat dan dirasakan betul pada saat konsumen melintas dan memasuki kawasan perumahan tersebut. Suasana itu hanya dapat tercipta dengan kerindangan pepohonan besar yang tumbuh optimal, bentuk topografi lahan yang mengikuti topografi alam sekitar, tersedianya taman-taman lingkungan dengan desain menarik.

Tinggal di negeri tropis seperti Indonesia, dengan suhu udara panas dan kelembaban udara yang tinggi sepanjang tahun, mau tidak mau membutuhkan suasana rumah dan lingkungan sekitar rumah yang teduh. Keteduhan tidak hanya dengan berlindung di dalam rumah, tetapi bagaimana menciptakan keteduhan di lingkungan sekitar rumah kita sendiri.

Rumah Modern Tropis

Setelah mempelajari suasana lingkungan, langkah selanjutnya adalah periksa ketersediaan dan kualitas dan kelayakan air minum, air diperoleh dari PDAM, pompa tangan, atau pompa mesin. Apakah kesulitan air bersih terutama di musim kemarau.

Jangan anggap remeh soal sampah. Pelajari bagaimana pengelolaan dan pengangkutan sampahnya, apakah dikelola sendiri atau disediakan tempat penampungan sementara. Jangan juga memilih asal perumahan murah. Ada hal lebih penting daripada itu. Keamanan dan kenyamanan adalah beberapa hal diantaranya.

Architectaria - Arsitek dan Perencana

Sumber: http://architectaria.com/lingkungan-yang-sehat-untuk-rumah-anda.html

Ancaman terhadap hutan hujan Amazon di masa depan

Di antara Juni 2000 dan Juni 2008, lebih dari 150.000 km persegi hutan hujan ditebangi di Amazon Brazil. Meski tingkat penggundulan hutan telah melambat sejak 2004, hilangnya hutan diperkirakan akan berlanjut di masa depan.

Berikut adalah tentang penggerak penggundulan hutan di masa lalu, sekarang, dan kemungkinan di masa depan di Amazon Brazil.

Penggerak penggundulan hutan Amazon di masa lalu

Kebanyakan penggundulan hutan di Amazon Brazil telah muncul sejak akhir 1960an saat pemerintahan militer Brazil mulai mensponsori program pembangunan skala besar untuk mendukung kolonisasi di wilayahnya. Rencananya, yang dicanangkan untuk menyediakan kesempatan ekonomi untuk para penduduk miskin tanpa tanah dari daerah-daerah padat di negara dan membangun keberadaan nasional di daerah pedalaman yang luas dan berpenduduk jarang, menawarkan pinjaman bersubsidi kepada mereka yang menetap dan peternak, serta membiayai proyek ambisius jalan tol seperti jalan tol Trans-Amazonian.


Meski Trans-Amazonian gagal memenuhi target-target ekonomi dan sosialnya, ia berhasil membuka bidang-bidang tanah hutan hujan yang sebelumnya susah diakses untuk pembangunan. Perluasan lahan dilakukan untuk ladang rumput hewan ternak intensitas rendah dan agrikultur dasar jangka pendek. Walau hukum melarang pembukaan hutan hingga 50 persen dari kepemilikan penetap, penggundulan hutan menanjak dari tak berarti hingga lebih dari 20.000 km persegi per tahun di tahun 1980an. Proyek infrastruktur raksasa – khususnya bendungan – sebagian ditanggung oleh bank pembangunan multilateral juga telah berkontribusi pada hilangnya hutan skala besar, sementara penebangan hutan memacu ekspansi dari hubungan jalanan tidak resmi dan ekspansi agrikultur bersubsidi.

Saat skema kolonisasi menyusut dan ekonomi melemah di awal 1990an, tingkat penggundulan hutan melambat. Hingga akhir dari dekade, pembukaan hutan menjadi semakin terindustrialisasi, secara besar beralih dengan ekonomi sebagai penggerak penggundulan hutan. Walau pembukaan hutan untuk ladang rumput hewan ternak berlanjut menjadi penyebab terbesar pengubahan hutan, munculnya agrikultur kedelai dengan mekanisasi di wilayah Pará dan Mato Grosso memberikan petunjuk seperti apa dekade selanjutnya dalam hutan hujan terbesar dunia.

Penggerak penggundulan hutan Amazon di masa kini




Grafik pie ini berdasarkan pada angka-angka median untuk tingkatan estimasi. Harap dicatat estimasi rendah untuk pertanian skala besar. Antara tahun 200-2005, perkebunan kacang kedelai menyebabkan persentase yang kecil dari keseluruhan penggundulan hutan langsung. Walau begitu, peran dari kedelai cukup signifikan di Amazon, menggantikan pemilik lahan kecil yang kemudian membuka wilayah hutan yang masih perawan dan menyediakan “pendorong kunci ekonomi dan politis untuk proyek jalan tol dan infrastruktur baru, yang mempercepat penggundulan hutan oleh aktor lain,” menurut Philip Fearnside. Juga penting untuk menyadari bahwa penggundulan hutan ini bukanlah degradasi. Penebangan mempengaruhi wilayah yang sama luas, namun tidak secara langsung menyebabkan penggundulan hutan.
Penggundulan hutan berlanjut digerakkan oleh faktor yang sama dengan tahun 1990an, walau sejak 2000, pembukaan hutan tahunan telah menunjukkan peningkatan ketatnya korelasi dengan harga komoditas, terutama kedelai dan daging sapi, yang telah diuntungkan dari adanya nyaris pemusnahan hewan ternak akibat penyakit kaki dan mulut, serta inovasi agrikultur yang telah mengubah tanah tandus keasaman di wilayah tersebut menjadi lahan yang cocok untuk pertanian kedelai besar. Semakin banyak lahan Amazon yang dijadikan sebagai lahan pertanian, naiknya harga untuk komoditi pun menjadi pendorong terjadinya pembukaan hutan.Ekspansi di daerah ini didukung oleh insentif finansial – termasuk pinjaman bersubsidi – dan “Program Akselerasi Pertumbuhan” (Program for the Acceleration of Growth - PAC) Brazil senilai 43 milyar dollar, sebuah inisiatif yang membiayai kontruksi jalan, pelabuhan, pipa-pipa, bendungan hidroelektrik, dan berbagai peningkatan infrastruktur lain. Di bawah PAC, banyak wilayah Amazon akan dibuka untuk pembangunan, meningkatkan kelangsungan kedelai, kelapa sawit, penebangan, dan produksi daging sapi di daerah yang sebelumnya terpencil.

Hewan Ternak

Pembukaan hutan untuk ladang rumput bagi hewan ternak adalah penggerak terbesar dari penggundulan hutan di Amazon, terhitung lebih dari dua pertiga dari pembukaan hutan tahunan dalam beberapa tahun. Secara tradisional, lahan tersebut telah digunakan untuk penggembalaan dengan intensitas rendah, terutama sebagai kendaraan untuk berspekulasi pada harga tanah, namun ini sedang berubah. Pemasukan modal akhir-akhir ini, dikombinasikan dengan pemusnahan penyakit kaki-dan-mulut serta meningkatnya infrastruktur, telah menuju pada munculnya operasi intensif hingga enam sampai delapan kali jumlah ternak per hektar. Tren ini telah memacu kebangkitan Brazil menjadi eksportir terbesar daging sapi di dunia. Kini, negara ini memiliki lebih dari 200 juta ekor ternak dan rumah-rumah penjagalan di Amazon, dengan produksi lebih dari 40 persen, menurut penelitian tahun 2008 oleh Amigos da Terra Amazônia Brasileira. Sebesar 96 persen pertumbuhan ukuran kawanan ternak negara sejak akhir tahun 2003 telah terjadi di Amazon.

Gelombang harga kedelai dan ternak baru-baru ini bisa menyebabkan kenaikan angka kebakaran hutan. Tabel penggundulan hutan tahunan untuk tahun 2007-2008 belum akan dikeluarkan hingga bulan Agustus 2008.

Kedelai




Ekspansi kedelai di Amazon Brazil, 1990-2005
Total penggundulan hutan dan wilayah perkebunan kacang kedelai di seluruh daerah Amazon Brazil. Keseluruhan perkebunan kacang kedelai hanya menyebabkan sebagian kecil dari penggundulan hutan, namun perannya adalah mempercepat. Lebih jauh, ekspansi kacang kedelai dan pembangunan infrastruktur yang terkait serta pemindahan petani mengakibatkan penggundulan hutan oleh aktor-aktor lain. Catatan: beberapa pertanian kacang kedelai didirikan pada lahan hutan yang telah terdegradasi dan ekosistem cerrado yang bertetanggaan. Karenanya akan menjadi tidak pantas untuk mengasumsikan wilayah penanaman kacang kedelai merepresentasikan peran sebenarnya di penggundulan hutan.


Tingkat penggundulan hutan tahunan dan ekspansi kedelai tahunan untuk daerah di Amazon Brazil, 1990-2005. Harap dicatat bahwa tahun 1995-1996 dan 1998-1999 adalah negatif dan tidak tampak di grafik. Grafik berdasar pada data pemerintah Brazil.
Perkebunan kacang kedelai di Amazon telah meluas dengan cepat di beberapa tahun terakhir akibat meningkatnya infrastruktur di daerah tersebut dan naiknya permintaan akan minyak sayur untuk produksi makanan, industri, dan biodiesel. Sejak tahun 1990 wilayah Amazon yang ditanami kedelai telah meluas pada tingkat 14,1 persen per tahun (16,8 persen per tahun sejak tahun 2000) dan saat ini melingkupi lebih dari 8 juta hektar. Meski perusahaan kedelai terbesar Amazon telah terkena larangan atas pengolahan kedelai di lahan gundul baru sejak Juli 2006, kedelai tetaplah menjadi penggerak tidak langsung penting atas gundulnya hutan di Amazon Brazil dengan menaikkan harga tanah dan menciptakan pendorong untuk peningkatan infrastruktur yang mendukung pembukaan hutan. Di daerah-daerah dimana tanah dan topografinya ssuai untuk perkebunan kedelai dengan mekanisasi, lahan hutan hujan biasanya dibuka untuk peternakan skala kecil dan lantas dijual kepada produsen kedelai dua hingga tiga tahun kemudian. Peternak kemudian berpindah ke daerah lain, dan memacu penggundulan hutan.

Pembukaan oleh pemilik lahan skala kecil

Pembukaan lahan oleh pemilik lahan skala kecil tetap menjadi sumber signifikan pada penggundulan hutan baru di Amazon Brazil. Terlepas dari usaha pemerintah federal baru-baru ini untuk mengekang penggundulan hutan di “Arc of Deforestation”, pada saat yang sama juga mempromosikan kolonialisasi di Amazon. Agensi-agensi termasuk INCRA dan SUFRAMA menempatkan kembali ribuan setiap tahunnya yang kemudian membuka hutan untuk agrikultur atau menjualnya ke pengembang.

Penebangan hutan


Penebangan hutan berlanjut menjadi komponen kunci pada perubahan penggunaan lahan di Amazon Brazil. Meski penggundulan hutan sekaligus melalui pembabatan hutan untuk diambil kayunya jarang di Amazon karena penyebaran alami pohon-pohon yang berharga, penebangan hutan mengarah pada degradasi hutan skala besar di wilayah tersebut. Diestimasikan wilayah yang ditebangi di Amazon setiap tahunnya bisa melebihi luas hutan yang gundul. Penebangan juga meningkatkan secara signifikan kemungkinan lahan hutan pada akhirnya akan dibuka untuk kegunaan lain, termasuk pertanian skala kecil, peternakan industri, atau ladang rumput untuk ternak. Bahkan, penebangan seringkali mensubsidi aktifitas pembangunan berikut-berikutnya.

Perkebunan

Hutan hujan Amazon kadang dibuka juga untuk pendirian pabrik bubur kertas dan kertas, kayu, dan produksi fiber. Di tahun 2006, perusahaan Brazil menanam 627.000 hektar pabrik industri hutan, sebuah peningkatan sebesar 13% dari tahun 2005.

Pertambangan

Pertambangan di Amazon Brazil saat ini menyebabkan penggundulan hutan terbatas akibat diambilnya tindakan keras pada penambang tidak resmi yang dikenal sebagai garimpeiros. Industri besi gubal mungkin memiliki peran terbesar sebagai penggerak penggundulan hutan di bidang pertambangan dengan mengkonsumsi kayu untuk menghasilkan arang sebagai bahan bakan produksi baja.

Berburu



Simpanan karbon di lahan hutan yang cocok untuk berbagai tanaman (bawah). Diambil dari Woods Hole Research Institute's Readiness For REDD: A Preliminary Global Assessment Of Tropical Forested Land Suitability For Agriculture
Meski berburu tidak menyebabkan penggundulan hutan, ini bisa memiliki dampak pada ekologi hutan. Jumlah besar kehidupan liar yang diambil dari Amazon setiap tahunnya – yang lebih banyak digunakan untuk memenuhi permintaan pasar daripada konsumsi lokal – telah menyebabkan “hutan kosong” di beberapa wilayah. Bagian-bagian dan daerah di sekitar tempat penebangan dan penambangan yang umumnya terpengaruh.

Dengan tumbuhnya permintaan dunia akan komoditas pertanian yang diproduksi di Amazon, wilayah ini makin terpengaruh oleh kekeringan, fragmentasi, dan kebakaran hutan, semuanya yang menjadi makin butuk dengan perubahan iklim. Dampak sinergis dari tekanan ini, ditambah dengan munculnya feedstock baru, masuknya pengembangan kelapa sawit, dan ekspansi berkelanjutan dari infrastruktur, memberikan gambaran besar mengenai masa depan Amazon.

Masa depan Amazon

Pasar

Alasan dibukanya lahan di Amazon adalah suatu keterpaksaan: lahan yang murah dan meningkatnya permintaan akan komoditas yang digerakkan oleh gelombang dari Cina dan tumbuhnya ketertarikan pada biofuel. Faktor-faktor tersebut telah menolong Brazil menjadi sebuah superpower di bidang agrikultur – eksportir daging sapi, kapuk, kopi, jus jeruk, kedelai, dan gula terbesar dunia, di luar produk-produk lain – dalam kurun waktu kurang dari satu generasi. Pemilik lahan Amazon telah mengerti nilai lahan mereka berlipat ganda setiap 4-5 tahun di daerah-daerah yang satu dekade lalu berupa hutan hujan alami. Pasar menyebabkan penggundulan hutan dan akan berlanjut di masa depan, walau dua pengembangan dapat mempercepat proses ini: kelapa sawit dan generasi selanjutnya dari biofuel yang berdasarkan pada teknologi etanol selulosid.

Minyak kelapa Amazon


Harga pasar untuk minyak mentah dan minyak sayur dari Januari 2003 hingga Desember 2007. Data diperoleh dari FAOstat dan World Bank. Pertanian potensial untuk kedelai, kelapa, dan tebu di Amazon Brazil (atas).
Pengumuman di Juli tahun 2008 bahwa pihak Pengembangan Lahan Malaysia FELDA akan menetapkan 100.000 hektar (250.000) perkebunan kelapa sawit di Amazon Brazil adalah mengejutkan – 2,3 juta kilometer persegi dari hutan hujan Brazil cocok untuk perkebunan tanaman minyak yang dapat dimakan. Saat ini sedikit minyak kelapa komersil yang diproduksi di daerah tersebut karena tradisi alami petani Brazil dan masalah hama, namun masuknya industri maju produsen Malaysia bisa menjadi sebuah contoh dan dengan cepat meningkatkan keberadaan minyak kelapa sebagai bentuk baru penggunaan lahan. Sebagai bibit minyak yang menghasilkan pasar tertinggi, minyak kelapa sepertinya menawarkan hasil keuangan yang lebih baik daripada peternakan dan perkebunan kedelai dengan mekanisasi, aktifitas agrikultur paling dominan di Amazon Brazil, dan akan memperkerjakan jumlah pekerja yang lebih besar (perkebunan kelapa sawit secara kasar membutuhkan satu pekerja untuk 8-10 hektar, sementara satu koboi dapat mengerjakan 4.000-5.000 ekor ternak yang digembalakan di ratusan hektar lahan). Ekspansi kelapa sawit di Amazon sepertinya akan difasilitasi dengan proyek infrastruktur yang sedang dilakukan di wilayah ini, termasuk pembangunan jalan, ekspansi pelabuhan, dan proyek hidroelektrik baru. Produsen kelapa sawit bisa juga mendapat keuntungan dari “subsidi penebangan” di mana kayu yang dihasilkan dari suatu bidang lahan menolong menutup kerugian dari pembangunan sebuah perkebunan. Sebelum kenaikan harga minyak kelapa baru-baru ini, penebangan telah menjadi elemen kunci dari keuntungan perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara.

Etanol selulosid

Walau etanol selulosid ini belum menjadi sesuatu yang nyata, perusahaan bioteknologi telah mengeluarkan jumlah uang yang besar untuk riset dan pengembangan. Setelah teknologi ini sempurna, Amazon bisa saja menjadi korban awal dari gelombang pengubahan hutan skala besar untuk stok energi baru. Diperkirakan hasil sebesar 70 galon etanol untuk per ton biomass, meratakan hutan hujan menjadi feedstock dapat menghasilkan 15.000 galon etanol seharga 30.000-40.000 dollar per hektar. Satu juta hektar lahan dapat menghasilkan keuntungan 7 milyar dollar. Lahan dapat ditanam kembali dengan feedstock yang tumbuh cepat untuk produksi ke depannya.

Gambaran besar

Berdasarkan pada sejarah, Amazon telah terbukti tahan terhadap perubahan iklim, gangguan manusia dalam skala besar oleh populasi pra Kolumbia, dan beberapa periode kebakaran serta kekeringan ekstrim saat kejadian milenial seperti el Niño. Walau begitu serangan gencar dari tekanan dunia yang mempengaruhi Amazon ini berbeda. Belum pernah sebelumnya wilayah ini mengalami dampak serentak dari hilangnya dan terdegradasinya hutan skala besar, fragmentasi, kebakaran hutan, dan perubahan iklim.

Para peneliti sedang bekerja untuk mengerti mengenai dampak potensial dari perubagan iklim pada hutan hujan terbesar di dunia. Beberapa contoh menunjukkan bahwa beberapa bagian Amazon akan mengalami kenaikan temperatur dan berkurangnya hujan, sementara bagian lain akan mendapat hujan lebih, namun perdebatan ini masih jauh dari selesai jika membahas mengenai ramalan sensitifitas dan responsifitas ekosistem wilayah tersebut terhadap meningkatnya level CO2.



Peta Amazon tahun 2030, menunjukkan kerusakan akibat kekeringan, penebangan, dan pembukaan hutan, diperkirakan iklim 10 tahun terakhir diulang di masa depan. Lihat teks untuk detail lebih jauh. PPT hujan. Peta dari Nepstad et al (2008).
Sedikit yang diketahui mengenai perubahan masa kini di Amazon hanya memunculkan sedikit kenyamanan. Pembukaan lahan besar-besaran yang dibuat oleh ladang rumput ternak dan pertanian kedelai menyerap kelembaban dari bagian-bagian hutan di sekitarnya, sementara angin merobohkan pepohonan, menipiskan kanopi, dan menyebabkan sinar matahari mencapai dasar hutan. Ini mengeringkan dedaunan yang rontok dan membunuh pepohonan. Pohon yang sekarat merontokkan daun dan batang-batangnya, menciptakan rabuk setinggi lutut yang rawan kebakaran dan membakar hutan yang selamat dari pembukaan lahan untuk pertanian di dekatnya. Meski kebakaran ini kecil, mereka menyebabkan kerusakan yang signifikan pada ekosisten yang tidak tahan api. Tiga kebakaran yang berulang pada periode beberapa tahun dapat melenyapkan keseluruhan hutan.

Saat vegetasi berubah menjadi asap, kapasitas kemampuan regenerasi hujan di hutan berkurang – sebanyak separuh dari kelembaban di beberapa bagian Amazon didaurulang melalui evapotranspirasi. Lebih sedikit pohon berarti lebih sedikit hujan, sementara asap tebal dari kebakaran diketahui menghalangi pembentukan awan dan mengurangi hujan. Efek ini tidak terbatas pada daerah lokal. Penelitian yang dilakukan oleh Roni Avissar dari Duke University menunjukkan bahwa perubahan di Amazon akan memberikan dampak yang lebih luas, dengan penggundulan hutan mempengaruhi turunnya hujan dari Meksiko hingga Texas dan Teluk Meksiko.

Bagaimana perubahan ini akan mempersulit dan mempengaruhi Amazon pada jangka panjang masih belum jelas – beberapa perkiraan mengerikan, dan lainnya tidak begitu. Tapi semuanya memunculkan kekhawatiran bagi mereka yang mencoba melindungi hutan.



Peta kecocokan tanah untuk agrikultur termekanisasi di wilayah Pan-Amazon. Larangan melingkupi lereng (lebih dari 2%), resiko banjir dan tanah yang buruk (ultisol, tanah hidromorfik, pasir, dan litosol). Peta dari Nepstad et al (2008).
Di tahun 2003, sebuah simulasi oleh Peter Cox dan kolega-koleganya di Hadley Center for Climate Prediction and Research menyalakan alarm dan kontroversi saat mereka meramalkan “kematian” signifikan hutan hujan Amazon pada pertengahan abad dan keruntuhan virtual dari ekosistem pada tahun 2100. Ramalan ini, yang dievaluasi hanya pada dampak kenaikan konsentrasi CO2 atmosfer pada temperatur dan hujan di wilayah tersebut, selanjutnya dipudarkan oleh contoh-contoh, meramalkan hasil yang lebih dipercepat akibat interaksi dari iklim dan perubahan penggunaan lahan. Sebuah penelitian yang dikeluarkan awal tahun ini oleh Daniel Nepstad dan kolega-koleganya meramalkan bahwa 55 persen hutan Amazon akan “dibuka, ditebangi, rusak karena kekeringan, atau terbakar” dalam 20 tahun ke depan jika penggundulan hutan, kebakaran hutan, dan tren iklim terus bertambah cepat. Kerusakan akan melepaskan 15-26 milyar ton karbon ke atmosfer, menambah siklus balik yang akan memperburuk pemanasan dan degradasi hutan di wilayah tersebut. Penuh kekhawatiran, Nepstad mengatakan bahwa skenario ini konservatif – hilangnya hutan dan emisi dapat menyebabkan jauh lebih buruk.

Nepstad dan ilmuwan lain menunjuk kekeringan di tahun 2005 sebagai arah di mana Amazon sedang menuju. Kekeringan itu, yang baru-baru ini lebih dihubungkan pada pemanasan di Atlantik dari pada El Niño, adalah yang terburuk dalam ingatan. Setelah sungai-sungai mengering, masyarakat terpencil akan terisolasi dan perniagaan akan melambat hingga berhenti. Ribuan kilometer persegi lahan yang terbakar bulanan, melepaskan lebih dari 100 juta ton kubik karbon ke atmosfer.

Meski tampaknya tak terhindarkan untuk Amazon terbakar, diubah menjadi ladang rumput ternak dan pertanian kedelai, atau diubah menjadi savana akibat perubahan iklim, kecenderungan yang muncul menunjukkan bahwa ada alasan untuk percaya bahwa Amazon dapat terhindar dari yang terburuk. Di masa depan yang didasari oleh ketidakpastian akan gambaran dampak pemanasan global dan perubahan besar di ekonomi internasional, adalah para penggerak yang sama-lah yang memegang kunci penyelamatan Amazon.


Indonesia: Profil Lingkungan


Menyelamatkan Orangutan di Borneo


Kenapa kelapa sawit menggantikan hutan hujan?


Kebakaran hutan sebagai hasil dari kegagalan pemerintah di Indonesia

Minyak Kelapa Tidak Harus Buruk Bagi Lingkungan


Borneo: Profil Lingkungan


Kredit karbon


Dapatkah konservasi lahan gambut jadi lebih menguntungkan

Apakah industri minyak kelapa menyesatkan masyarakat?


Strategi baru untuk melestarikan hutan tropis






Sumber: http://world.mongabay.com/indonesian/amazon_threats.html

Perubahan Iklim

Greenpeace demonstrates against the ADB-funded Mae Moh power plant.

Aksi Greenpece di atas PLTU Mae Moh Thailand.

Perubahan iklim global merupakan malapetaka yang akan datang! Kita telah mengetahui sebabnya – yaitu manusia yang terus menerus menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batu bara, minyak bumi dan gas bumi.

Kita sudah mengetahui sebagian dari akibat pemanasan global ini – yaitu mencairnya tudung es di kutub, meningkatnya suhu lautan, kekeringan yang berkepanjangan, penyebaran wabah penyakit berbahaya, banjir besar-besaran, coral bleaching dan gelombang badai besar. Kita juga telah mengetahui siapa yang akan terkena dampak paling besar – Negara pesisir pantai, Negara kepulauan, dan daerah Negara yang kurang berkembang seperti Asia Tenggara.



Selama bertahun-tahun kita telah terus menerus melepaskan karbondioksida ke atmosfir dengan menggunakan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti batubara, gas bumi dan minyak bumi. Hal ini telah menyebabkan meningkatnya selimut alami dunia, yang menuju kearah meningkatnya suhu iklim dunia, dan perubahan iklim yang tidak dapat diprediksi juga mematikan. Greenpeace percaya bahwa hanya dengan langkah pengurangan emisi gas rumah kaca yang sistematis dan radikal dapat mencegah perubahan iklim yang dapat mengakibatkan kerusakan yang lebih parah kepada ekosistem dunia dan penduduk yang tinggal didalamnya.

Sebagai sebuah organisasi global berskala internasional, Greenpeace memusatkan perhatian kepada mempengaruhi kedua pihak yaitu masyarakat dan para pemegang keputusan atas bahaya dibalik penambangan dan penggunaan bahan bakar yang berasal dari fosil. Sebagai organisasi regional, Greenpeace Asia Tenggara memusatkan perhatian sebagai saksi langsung atas akibat dari perubahan iklim global, dan meningkatkan kesadaran publik tentang masalah yang sedang berlangsung. Greenpeace SEA juga berusaha mengupayakan perubahan kebijakan penggunaan energi di Asia Tenggara di masa depan – yaitu beranjak dari ketergantungan penggunaan bahan bakar fosil kearah sumber-sumber energi yang terbarukan, bersih dan berkelanjutan.

Taktik Kampanye Iklim dan Energi adalah mengkonfrontasi tantangan yang dimiliki industri berbahan bakar yang berasal dari fosil – terutama, pembangkit listrik pembakar-batubara dan penghasil energi berbasis-nuklir – sementara, di waktu yang sama menyuarakan dan mendorong solusi atas ketergantungan penggunaan bahan bakar yang berasal dari fosil. Sebagai contoh, GreenpeaceSEA mempromosikan kebijakan dan proyek yang dapat menghasilkan energi murah berasal dari angin dan energi matahari, dan advokasi terhadap efisiensi energi alternatif.

Asia Clean Energy Now

Dukung Kami

Sumber: http://www.greenpeace.org/seasia/id/campaigns/perubahan-iklim-global

Indonesia: Profil Lingkungan

Indonesia merupakan rumah dari hutan hujan terluas di seluruh Asia, meski Indonesia terus mengembangkan lahan-lahan tersebut untuk mengakomodasi populasinya yang semakin meningkat serta pertumbuhan ekonominya.

Sekitar tujuh belas ribu pulau-pulau di Indonesia membentuk kepulauan yang membentang di dua alam biogeografi - Indomalayan dan Australasian - dan tujuh wilayah biogeografi, serta menyokong luar biasa banyaknya keanekaragaman dan penyebaran spesies. Dari sebanyak 3.305 spesies amfibi, burung, mamalia, dan reptil yang diketahui di Indonesia, sebesar 31,1 persen masih ada dan 9,9 persen terancam. Indonesia merupakan rumah bagi setidaknya 29.375 spesies tumbuhan vaskular, yang 59,6 persennya masih ada.

Penebangan Hutan

Saat ini, hanya kurang dari separuh Indonesia yang memiliki hutan, merepresentasikan penurunan signifikan dari luasnya hutan pada awalnya. Antara 1990 dan 2005, negara ini telah kehilangan lebih dari 28 juta hektar hutan, termasuk 21,7 persen hutan perawan. Penurunan hutan-hutan primer yang kaya secara biologi ini adalah yang kedua di bawah Brazil pada masa itu, dan sejak akhir 1990an, penggusuran hutan primer makin meningkat hingga 26 persen. Kini, hutan-hutan Indonesia adalah beberapa hutan yang paling terancam di muka bumi.

Jumlah hutan-hutan di Indonesia sekarang ini makin turun dan banyak dihancurkan berkat penebangan hutan, penambangan, perkebunan agrikultur dalam skala besar, kolonisasi, dan aktivitas lain yang substansial, seperti memindahkan pertanian dan menebang kayu untuk bahan bakar. Luas hutan hujan semakin menurun, mulai tahun 1960an ketika 82 persen luas negara ditutupi oleh hutan hujan, menjadi 68 persen di tahun 1982, menjadi 53 persen di tahun 1995, dan 49 persen saat ini. Bahkan, banyak dari sisa-sisa hutan tersebut yang bisa dikategorikan hutan yang telah ditebangi dan terdegradasi.







Efek dari berkurangnya hutan ini pun meluas, tampak pada aliran sungai yang tidak biasa, erosi tanah, dan berkurangnya hasil dari produk-produk hutan. Polusi dari pemutih khlorin yang digunakan untuk memutihkan sisa-sisa dari tambang telah merusak sistem sungai dan hasil bumi di sekitarnya, sementara perburuan ilegal telah menurunkan populasi dari beberapa spesies yang mencolok, di antaranya orangutan (terancam), harimau Jawa dan Bali (punah), serta badak Jawa dan Sumatera (hampir punah). Di pulau Irian Jaya, satu-satunya sungai es tropis memang mulai menyurut akibat perubahan iklim, namun juga akibat lokal dari pertambangan dan penggundulan hutan.

Penebangan kayu tropis dan ampasnya merupakan penyebab utama dari berkurangnya hutan di negara itu. Indonesia adalah eksportir kayu tropis terbesar di dunia, menghasilkan hingga 5 milyar USD setiap tahunnya, dan lebih dari 48 juta hektar (55 persen dari sisa hutan di negara tersebut) diperbolehkan untuk ditebang. Penebangan hutan di Indonesia telah memperkenalkan beberapa daerah yang paling terpencil, dan terlarang, di dunia pada pembangunan. Setelah berhasil menebangi banyak hutan di daerah yang tidak terlalu terpencil, perusahaan-perusahaan kayu ini lantas memperluas praktek mereka ke pulau Kalimantan dan Irian Jaya, dimana beberapa tahun terakhir ini banyak petak-petak hutan telah dihabisi dan perusahaan kayu harus masuk semakin dalam ke daerah interior untuk mencari pohon yang cocok. Sebagai contoh, di pertengahan 1990an, hanya sekitar 7 persen dari ijin penambangan berada di Irian Jaya, namun saat ini lebih dari 20 persen ada di kawasan tersebut.

Di Indonesia, penebangan kayu secara legal mempengaruhi 700.000-850.000 hektar hutan setiap tahunnya, namun penebangan hutan illegal yang telah menyebar meningkatkan secara drastis keseluruhan daerah yang ditebang hingga 1,2-1,4 juta hektar, dan mungkin lebih tinggi - di tahun 2004, Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim mengatakan bahwa 75 persen dari penebangan hutan di Indonesia ilegal. Meskipun ada larangan resmi untuk mengekspor kayu dari Indonesia, kayu tersebut biasanya diselundupkan ke Malaysia, Singapura, dan negara-negara Asia lain. Dari beberapa perkiraan, Indonesia kehilangan pemasukan sekitar 1 milyar USD pertahun dari pajak akibat perdagangan gelap ini. Penambangan ilegal ini juga merugikan bisnis kayu yang resmi dengan berkurangnya suplai kayu yang bisa diproses, serta menurunkan harga internasional untuk kayu dan produk kayu.

Agrikultur

Beberapa tahun terakhir ini, wilayah hutan yang luas telah banyak diubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia bertambah dari 600.000 hektar di tahun 1985 hingga lebih dari 4 juta hektar pada awal 2006 ketika pemerintah mengumumkan rencana untuk mengembangkan 3 juta hektar tambahan untuk perkebunan kelapa sawit di tahun 2011. Kelapa sawit (Elaeis guineensis) adalah tanaman perkebunan yang sangat menarik, karena merupakan minyak sayur termurah dan memproduksi lebih banyak minyak per hektar bila dibandingkan dengan bibit minyak lainnya. Di masa ketika harga energi cukup tinggi, minyak sawit tampak sebagai jalan terbaik untuk memenuhi meningkatnya permintaan biofuel sebagai sumber energi alternatif.

Walau menghabisi hutan hujan yang masih alami dan perkebunan kelapa sawit boleh dibuat di atas lahan hutan yang telah terdegradasi, penggundulan hutan diijinkan asalkan prosesnya dinyatakan sebagai langkah awal untuk mendirikan perkebunan. Karenanya perkebunan kelapa sawit kerap menggantikan hutan alami. Yang tengah menjadi kepedulian para pemerhati hutan adalah proyek 2 juta hektar yang direncanakan di Kalimantan Tengah. Rencana ini - yang dibiayai oleh Cina dan didukung oleh pemerintah Indonesia - telah dikritik oleh kelompok-kelompok peduli lingkungan hidup. Menurut mereka pengubahan hutan alami menjadi monokultur pohon kelapa sawit mengancam keanekaragaman hayati dan sistem ekologi. World Wildlife Fund, yang selama ini termasuk vokal mengutuk kondisi tersebut dan mempunyai beberapa peneliti di lapangan untuk menaksir wilayah yang potensial terpengaruh, telah mengeluarkan beberapa laporan tentang keberagaman biologis di daerah tersebut (361 spesies baru ditemukan di Borneo antara tahun 1994-2004).


























Cara tercepat dan termurah untuk mengosongkan suatu lahan baru untuk perkebunan adalah dengan membakarnya. Tiap tahun, ratusan dari ribuan hektar are berubah menjadi asap saat para pengembang dan petugas perkebunan terburu-buru menyalakan api sebelum musim hujan datang. Di musim kemarau - terutama selama tahun-tahun el Nino - api ini dapat terbakar di luar kendali selama berbulan-bulan, menyebabkan polusi mematikan yang mempengaruhi negara-negara tetangga dan menyebabkan berkobarnya pula kemarahan politis.

Di tahun 1982-1983, lebih dari 9,1 juta are (3,7 juta hektar) terbakar di Borneo sebelum musim hujan datang, sementara lebih dari 2 juta hektar hutan dan semak belukar terbakar selama masa el Nino tahun 1997-1998, menyebabkan kerugian hingga 9,3 milyar USD. Kebakaran tersebut juga menyebabkan kerusakan yang parah dan bermacam-macam terhadap ekonomi, politik, sosial, kesehatan, dan ekologi di Indonesia, sementara negara-negara tetangga Singapura, Brunei, Malaysia, dan Thailand yang tergabung dalam ASEAN telah berada di suasana krisis ekonomi. Analisa satelit mengenai kebakaran di tahun 1997-1998 menjelaskan bahwa 80 persen dari kebakaran ini terkait pada pemegang ijin perkebunan atau penebangan hutan.

Kabut asap dari kebakaran tahun 2005-2006 menyebabkan panasnya hubungan antara pemerintah Malaysia dan Indonesia. Malaysia dan Singapura telah menawarkan bantuan untuk menanggulangi kebakaran di Indonesia, sambil secara bersama-sama menimpakan kesalahan pada negara tersebut atas tidak adanya peningkatan dalam mengendalikan kebakaran. Indonesia, sebaliknya, menyalahkan perusahaan-perusahaan Malaysia karena melakukan penebangan hutan ilegal di negara itu, yang menyebabkan hutan-hutannya menjadi mudah terbakar.

Meski ada pencegahan, termasuk permintaan Indonesia agar dapat menerapkan hukuman mati bagi penebang liar dan pembuat api, kebakaran seperti itu diperkirakan justru akan bertambah parah di masa depan saat kawasan hutan tersebut menghadapi peningkatan kekeringan akibat perubahan dan penurunan iklim.

Kebakaran rawa gemuk di Indonesia merusak akibat muatan karbon yang tinggi di ekosistem - Dr. Susan Page, dari Universitas Leicester, mengestimasikan bahwa tanah gemuk di Asia Tenggara bisa mengandung hingga 21 persen dari selueuh karbon tanah dunia. Kebakaran di tahun 1997 melepaskan 2,67 milyar ton karbon dioksida ke atmosfer.

Masalah Populasi

Kebakaran di Indonesia diperparah dengan kurangnya pengarahan pada program transmigrasi pemerintah yang memindahkan keluarga-keluarga miskin dari pulau-pulau pusat yang padat ke daerah yang lebih jarang penduduknya di pulau lain. Dalam program lebih dari 2 dekade ini, lebih dari 6 juta migran - 730.000 keluarga - direlokasikan ke Kalimantan, Irian Jaya, Sulawesi, dan Sumatera. Ketidaktahuan mengenai cara bercocok tanam di daerah tersebut menyebabkan banyak transmigran dibayar rendah. Di tahun 1995, mantan Presiden Suharto mencanangkan "Proyek Satu Juta Hektar", sebuah proyek ambisius untuk memindahkan 300.000 keluarga dari Jawa ke Kalimantan Tengah dan menaikkan produksi beras hingga 2,7 juta ton per tahun. Selama 2 tahun, para pekerja menggundulkan hutan dan menggali hampir 3.000 mil kanal yang bertujuan untuk menjaga kekeringan tanah selama musim hujan dan untuk irigasi selama musim kemarau. Namun karena tanah gemuk lebih tinggi dari sungai, rencana tersebut gagal karena kanal-kanal tersebut justru membawa seluruh kelembaban keluar dari tanah gemuk. Kegagalan proyek ini ditambah dengan kekeringan selama 8 bulan akibat tahun el Nino yang intens. Di tahun 1997, tanah-tanah gemuk yang kering ini terbakar. Kebakaran di daerah lain Indonesia ini terhubung pada daerah-daerah hunian yang didirikan selama program transmigrasi.

Penambangan

Praktek penambangan mempunyai efek merusak pada hutan dan suku pedalaman di Indonesia. Proyek yang terbesar dan paling terkenal adalah pertambangan Freeport di Irian Jaya, dilakukan oleh Freeport-McMoran. Berbasis di New Orleans, Freeport-McMoran telah menjalankan pertambangan emas, perak, dan tembaga Gunung Ertsberg di Irian Jaya, Indonesia, selama lebih dari 20 tahun dan telah mengubah gunung itu menjadi lubang sedalam 600 meter. Seperti yang telah didokumentasikan oleh New York Times dan banyak kelompok lingkungan hidup, perusahaan pertambangan tersebut membuang limbah dalam ukuran yang mengejutkan ke dalam sungai-sungai lokal, membuat aliran dan daerah basahnya menjadi "tidak cocok untuk kehidupan akuatik". Bergantung pada petugas-petugas militer bergaji besar, pertambangan ini dilindungi oleh tentara swasta virtual yang terlibat dalam kematian sekitar 160 orang antara tahun 1975 dan 1997 di area pertambangan.

Menurut perkiraan, Freeport menimbulkan 700.000 ton limbah setiap harinya dan limbah batu yang tersimpan di dataran tinggi - kedalaman 900 kaki di berbagai tempat - saat ini telah mencapai luas 3 mil persegi. Survey pemerintah menemukan bahwa pertambangan tersebut telah menghasilkan tingginya tingkat tembaga dan sedimen hingga hampir semua ikan menghilang dalam radius sekitar 90 mil persegi daerah basah di sepanjang sungai di sekitar lokasi mereka.

Menyelidiki perusakan lingkungan dan praktek-praktek hak asasi manusia yang dipertanyakan di Freeport merupakan suatu tantangan tersendiri karena tambang tersebut adalah salah satu dari sumber pendapatan terbesar bagi pemerintah Indonesia. Seorang peneliti pemerintahan Indonesia menulis bahwa "produksi tambang tersebut sangatlah besar, dan perangkat pengaturannya sangat lemah, sehingga membujuk Freeport untuk menuruti permintaan menteri untuk mengurangi kerusakan lingkungan adalah bagaikan 'melukis di awan'," menurut artikel di New York Times 27 Desember 2005.

Kroni dan Korupsi

Manajemen hutan di Indonesia telah lama dijangkiti oleh korupsi. Petugas pemerintahan yang dibayar rendah dikombinasikan dengan lazimnya usahawan tanpa reputasi baik dan politisi licik, larangan penebangan hutan liar yang tak dijalankan, penjualan spesies terancam yang terlupakan, peraturan lingkungan hidup yang tak dipedulikan, taman nasional yang dijadikan lahan penebangan pohon, serta denda dan hukuman penjara yang tak pernah ditimpakan. Korupsi telah ditanamkan pada masa pemerintahan mantan Presiden Jendral Haji Mohammad Soeharto (Suharto), yang memperoleh kekuasaan sejak 1967 setelah berpartisipasi dalam perebutan pemerintahan oleh militer di tahun 1967. Di bawah pemerintahannya, kroni tersebar luas, serta banyak dari relasi dekat dan kelompoknya mengumpulkan kekayaan yang luar biasa melalui subsidi dan praktek bisnis yang kotor.

Tradisi kapitalisme kroni ini mempunyai peran yang sangat penting dalam lemahnya respon pemerintah terhadap kasus kebakaran hutan pada krisis tahun 1997-1998. Menurut managing director IMF, Indonesia tidak mampu menggunakan dana reboisasi non-bujeter mereka untuk melawan kebakaran karena dana tersebut telah dialokasikan untuk proyek mobil yang gagal milik anak Suharto. Walaupun dana milyaran tersebut ditarik dari pajak kayu, dana itu telah lama digunakan sebagai cara yang tepat untuk mendistribusikan kekayaan kembali pada lingkaran elit ekonomi Indonesia, orang-orang dekat dari orang terkuat pada masa itu. IMF mengatakan bahwa dana tersebut kebanyakan telah digunakan untuk menyediakan pinjaman berbunga rendah pada perusahaan komersial kayu dan perkebunan untuk pembukaan hutan dan mengganti hutan alami tadi dengan pinus, eucalyptus, dan pohon akasia untuk produksi kertas.

Masa Depan

Hutan-hutan Indonesia menghadapi masa depan yang suram. Walau negara tersebut memiliki 400 daerah yang dilindungi, namun kesucian dari kekayaan alam ini seperti tidak ada. Dengan kehidupan alam liar, hutan, tebing karang, atraksi kultural, dan laut yang hangat, Indonesia memiliki potensi yang luar biasa untuk eko-turisme, namun sampai saat ini kebanyakan pariwisata terfokus pada sekedar liburan di pantai. Sex-tourism merupakan masalah di beberapa bagian negara, dan pariwisata itu sendiri telah menyebabkan permasalahan-permasalahan sosial dan lingkungan hidup, mulai dari pembukaan hutan, penataan bakau, polusi, dan pembangunan resort.


Indonesia: Profil Lingkungan


Menyelamatkan Orangutan di Borneo


Kenapa kelapa sawit menggantikan hutan hujan?


Kebakaran hutan sebagai hasil dari kegagalan pemerintah di Indonesia

Minyak Kelapa Tidak Harus Buruk Bagi Lingkungan


Borneo: Profil Lingkungan


Kredit karbon


Dapatkah konservasi lahan gambut jadi lebih menguntungkan

Apakah industri minyak kelapa menyesatkan masyarakat?


Strategi baru untuk melestarikan hutan tropis






Sumber: http://world.mongabay.com/indonesian/profil.html

Sekilas - Air & Kebersihan Lingkungan


© UNICEF/IDSA/020/Estey
Seorang anak laki-laki sedang mandi di sebuah mata air di Teluk Dalam, Nias, beberapa hari setelah gempa dahysat meluluhlantakkan pulau itu pada Februari 2005.

Kondisi kebersihan air dan lingkungan di sebagian besar daerah di Indonesia masih sangat buruk. Situasi ini menyebabkan tingginya kerawanan anak terhadap penyakit yang ditularkan lewat air. Pada 2004, hanya 50 persen penduduk Indonesia yang mengambil air sejauh lebih dari 10 meter dari tempat pembuangan kotoran. Ukuran ini menjadi standar universal keamanan air. Di Jakarta, misalnya, 84 persen air dari sumur-sumur dangkal ternyata terkontaminasi oleh bakteri faecal coliform.

Secara praktis masalah kebersihan menjadi tidak kondusif karena masyarakat memang selalu tidak sadar akah hal tersebut. Tempat pembuangan kotoran tidak dipergunakan dan dijaga dengan baik. Akibatnya masalah diare, penyakit kulit, penyakit usus dan penyakit lain yang disebabkan air sering menyerang golongan keluarga ekonomi lemah. Upaya mengembangkan kesehatan anak secara umum pun menjadi terhambat. Fakta ini terjadi khususnya di daerah bekas bencana tsunami di Aceh dan Sumatra Utara.

Disamping akses air bersih yang buruk, situasi kebersihan air dan lingkungan diperparah oleh kegagalan penyuluhan bagi masyarakat kelas bawah dan mereka yang tinggal di daerah kumuh untuk berperilaku bersih. Bahkan penyediaan air minum yang bersih pun belum secara serius dijadikan prioritas pembangunan di Indonesia terutama di tingkat propinsi.

Sumber: http://www.unicef.org/indonesia/id/wes.html

Upaya UNICEF - Air & Kebersihan Lingkungan


UNICEF-Indonesia_121205_Josh Estey
© UNICEF-Indonesia_121205_Josh Estey

(Lanjutan dari Sekilas - Air & Kebersihan Lingkungan)

UNICEF membantu pemerintah Indonesia untuk mengembangkan dan melaksanakan strategi perbaikan kondisi air minum dan kebersihan secara nasional. Bantuan juga diberikan kepada pemerintah Indonesia dalam memperbaiki mekanisme perencanaan, sistem pengawasan dan database yang relevan, UNICEF juga memainkan peranan penting sebagai koordinator bidang kebersihan lingkungan dan air pasca bencana tsunami di Aceh dan Sumatra Utara. Membangun kemitraan kerja dengan mempersatukan segala kemampuan dan sumber daya antar organisasi.

Bahkan UNICEF beserta pemerintah juga memberi wawasan tentang air yang aman melalui program Pembangunan dan Kelangsungan Hidup Anak. Anak akan belajar mengenai kebersihan air dan sekolah yang bersahabat untuk anak-anak. Tujuannya untuk membantu memperbaiki pasokan air yang aman dan fasilitas kebersihan yang memadai di 30 kabupaten se-Indonesia.

Disamping itu, UNICEF juga membantu gerakan Suplai Air Bersih dan Kebersihan Dasar di Aceh dan Sumatra Utara. Gerakan ini mencakup rehabilitasi dan konstruksi sumur dangkal, tanki penampungan air hujan dan sistem pipa gravitasi. Pembangunan toilet, fasilitas mandi cuci dan pembuangan sampah di sekolah-sekolah, di pusat kesehatan masyarakat dan di bangunan keagamaan.

Bersama mitra kerjanya, UNICEF juga menyediakan air minum beberapa saat sesudah gempa dan gelombang tsunami menghantam Aceh pada 26 Desember 2004. Setidaknya akses air bersih ini mencegah wabah penyakit kolera misalnya. UNICEF bersama WHO melakukan inspeksi pada 22 instalasi pengolahan air di seluruh daerah yang dilanda tsunami. Hasilnya, UNICEF menyediakan pompa air untuk instalasi pengolahan air di Lambaro di Banda Aceh. Pompa ini mampu membersihkan 11 juta galon air per hari.

Selain itu, UNICEF juga menyediakan fasilitas air bersih dan pendidikan mengenai hidup bersih pada 170 sekolah yang mencakup 25.500 siswa di daerah timur Indonesia, Maluku pada 2004 silam.


Sumber: http://www.unicef.org/indonesia/id/wes_3159.html

TUMBUHAN TERBUKTI MENAHAN PEMANASAN GLOBAL

Tumbuhan tetap memainkan peran penting yang efektif dalam menangkal pemanasan global, meski ia juga menghasilkan gas rumah kaca. Para peneliti University of Edinburgh, Inggris, menunjukan bahwa daun-daun tumbuhan hanya menyebabkan kurang dari 1 persen emisi metana bumi, yang dianggap 25 kali lipat lebih efektif daripada karbon dioksida dalam pemanasan global.

Hasil riset mereka bertentangan dengan studi ilmiah sebelumnya, yang menyatakan tumbuhan bertanggung jawab menghasilkan gas rumah kaca, karena output gas metana yang dihasilkan jauh lebih kecil dibandingkan kapasitas mereka menyimpan karbon dari atmosfer di dalam daun, kayu, dan kulitnya.


Untuk mencapai kesimpulan tersebut, para peneliti membuat daun buatan yang terbuat dari pectin tumbuhan dan menghitung metana yang dihasilkan ketika daun terpapar sinar matahari. Mereka mengkombinasikan hasil riset itu dengan data satelit tentang tutupan daun di permukaan bumi, ozon di atmosfer, tutupan awan, temperatur, dan informasi level cahaya matahari untuk membantu mengukur Jumlah metan yang diproduksi oleh seluruh tumbuhan di bumi.

Hasil riset itu memperbaiki studi sebelumnya yang mengindikasikan bahwa kuantitas metan yang diproduksi oleh tumbuhan ada kemungkinan jauh lebih tinggi. Riset lanjutan akan dilakukan untuk memeriksa produksi metana dari bagian tumbuhan selain daun dan Jumlah metana dari berbagai spesies tumbuhan di berbagai wilayah bumi. “Hasil Penelitian kami menunjukkan bahwa daun memang meningkatkan metana, tapi jumlahnya kecil sekali,” kata Dr. Andy Mcleon dari Fakultas ilmu Bumi University od Edinburgh. “Temuan ini dapat meredam kekhawatiran bahwa kehutanan dan pertanian turut berkontribusi pada pemanasan global.”

Sumber:
Koran Tempo
Sciendaily
Senin, 03 Mei 2010
Halaman B4

KARBON DIOKSIDA TUMBUHAN MENINGKATKAN PEMANASAN GLOBAL

Pepohonan dan berbagai jenis tumbuhan lain memang membuat bumi sejuk, namun di sisi lain meningkatkan level karbon dioksida di atmosfer, sehingga menihilkan efek penyejuk udara globalnya. Menurut riset yang baru dilakukan oleh peneliti di Carnegie Institution for Science, untuk beberapa wilayah, lebih dari seperempat pemanasannya berasal dari peningkatan Jumlah karbon dioksida yang dihasilkan oleh vegetasi.

Pemanasan itu menambah efek karbon dioksida yang sudah terkenal sebagai gas rumah kaca yang memerangkap panas. Studi itu menggarisbawahi betapa pentingnya memasukkan tumbuhan ke dalam pemodelan iklim yang tengah dikerjakan para pakar untuk memprediksi iklim di masa depan.


“Tumbuhan mempunyai pengaruh yang amat rumit dan beragam pada sistem iklim,” kata Ken Caldeira dari Departement of Global Ecology di Carnegie Institution for Science. “Tumbuhan mengambil karbon dioksida dari atmosfer, tapi mereka juga punya efek lain, seperti mengubah Jumlah evaporasi dari permukaan tanah. Mustahil membuat prediksi iklim yang baik tanpa mengikutsertakan seluruh factor”.

Tumbuhan melepaskan air dari stomata atau pori-pori kecil di daunnya, sebuah proses yang disebut evapotranspirasi yang mendinginkan tumbuhan, sama seperti keringat mendinginkan tubuh kita. Pada hari yang panas, sebuah pohon dapat mengeluarkan puluhan gallon air ke udara, bertindak sebagai penyejuk udara alami bagi sekitarnya. Tumbuhan juga menyerap karbon dioksida untuk fotosintesis lewat pori-pori yang sama. Tetapi ketika kadar karbon dioksida tinggi, pori-pori daun menciut. Ini menyebabkan sedikit air yang dilepaskan, menghilangkan kekuatan pohon itu untuk menyejukan Lingkungan sekitarnya.

Caldeira mengatakan, efek pemanasan karbon dioksida sebagai gas rumah kaca sebenarnya telah lama diketahui. Tetapi Caldeira dan rekannya, Long Cao, prihatin, karena efek pemanasan karbon dioksida lewat pengaruh langsungnya terhadap tumbuhan tidak terlalu diperhitungkan.

Dua peneliti Carnegie lain, Chris Field dan Joe Berry, sebelumnya telah mengindikasikan bahwa efek itu sangat penting. “Tak diragukan lagi, karbon dioksida menurunkan pendinginan evaporatif tumbuhan, dan penurunan itu memberikan sumbangan bagi pemanasan global,” kata Cao. “Efek ini menyebabkan pemanasan yang signifikan, meski karbon dioksida bukanlah gas rumah kaca.”

Dalam pemodelan mereka, para peneliti menggandakan konsentrasi karbon dioksida atmosfer dan mencatat magnitude dan pola geografis pemanasan dari berbagai factor. Mereka menemukan bahwa pengaruh rata-rata evapotranspirasi tumbuhan di seluruh dunia bertanggung jawab atas 16 persen pemanasan di permukaan tanah, sedangkan efek gas rumah kaca bertanggung jawab atas sisanya.

Tetapi di sejumlah wilayah, seperti kawasan Amerika Utara dan Asia Timur, angka itu bias mencapai lebih dari 25 persen dari total pemanasan.” Jika kita menganggap penggandaan karbon dioksida menyebabkan kenaikan temperatur empat derajat, di banyak tempat tiga derajatnya berasal dari efek karbon dioksida di atmosfer, dan satu derajat lainnya disumbangkan oleh pengaruh langsung karbon dioksida pada tumbuhan,” katanya.

Sumber:
Koran Tempo
ScienceDaily
Halaman: B5
15 Mei 2010

Rabu, 05 Mei 2010

Ten Personal Solutions to Global Warming

Individual choices can have an impact on global climate change. Reducing your family's heat-trapping emissions does not mean forgoing modern conveniences; it means making smart choices and using energy-efficient products, which may require an additional investment up front, but often pay you back in energy savings within a couple of years.

Since Americans' per capita emissions of heat-trapping gases is 5.6 tons—more than double the amount of western Europeans—we can all make choices that will greatly reduce our families' global warming impact.

1. The car you drive: the most important personal climate decision.
When you buy your next car, look for the one with the best fuel economy in its class. Each gallon of gas you use is responsible for 25 pounds of heat-trapping gases in the atmosphere. Better gas mileage not only reduces global warming, but will also save you thousands of dollars at the pump over the life of the vehicle. Compare the fuel economy of the cars you're considering and look for new technologies like hybrid engines.
2. Choose clean power. More than half the electricity in the United States comes from polluting coal-fired power plants. And power plants are the single largest source of heat-trapping gas. None of us can live without electricity, but in some states, you can switch to electricity companies that provide 50 to 100 percent renewable energy.
3. Look for Energy Star. When it comes time to replace appliances, look for the Energy Star label on new appliances (refrigerators, freezers, furnaces, air conditioners, and water heaters use the most energy). These items may cost a bit more initially, but the energy savings will pay back the extra investment within a couple of years. Household energy savings really can make a difference: If each household in the United States replaced its existing appliances with the most efficient models available, we would save $15 billion in energy costs and eliminate 175 million tons of heat-trapping gases.

4. Unplug a freezer.
One of the quickest ways to reduce your global warming impact is to unplug the extra refrigerator or freezer you rarely use (except when you need it for holidays and parties). This can reduce the typical family's carbon dioxide emissions by nearly 10 percent.

5. Get a home energy audit.
Take advantage of the free home energy audits offered by many utilities. Simple measures, such as installing a programmable thermostat to replace your old dial unit or sealing and insulating heating and cooling ducts, can each reduce a typical family's carbon dioxide emissions by about 5 percent.
6. Light bulbs matter.
If every household in the United States replaced one regular light bulb with an energy-saving model, we could reduce global warming pollution by more than 90 billion pounds over the life of the bulbs; the same as taking 6.3 million cars off the road. So, replace your incandescent bulbs with more efficient compact fluorescents, which now come in all shapes and sizes. You'll be doing your share to cut back on heat-trapping pollution and you'll save money on your electric bills and light bulbs.

7. Think before you drive.
If you own more than one vehicle, use the less fuel-efficient one only when you can fill it with passengers. Driving a full minivan may be kinder to the environment than two midsize cars. Whenever possible, join a carpool or take mass transit.

8. Buy good wood.
When buying wood products, check for labels that indicate the source of the timber. Supporting forests that are managed in a sustainable fashion makes sense for biodiversity, and it may make sense for the climate too. Forests that are well managed are more likely to store carbon effectively because more trees are left standing and carbon-storing soils are less disturbed.

9. Plant a tree.
You can also make a difference in your own backyard. Get a group in your neighborhood together and contact your local arborist or urban forester about planting trees on private property and public land. In addition to storing carbon, trees planted in and around urban areas and residences can provide much-needed shade in the summer, reducing energy bills and fossil fuel use.

10. Let policymakers know you are concerned about global warming.
Our elected officials and business leaders need to hear from concerned citizens. for the Union of Concerned Scientists Action Network to ensure that policymakers get the timely, accurate information they need to make informed decisions about global warming solutions.
 

Sahabat Ngopi

Wong Indehoi

Two Bhe

Serdadu Hijau Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template